Katoda Tembaga Freeport Mayoritas Masih Diekspor ke Malaysia hingga Vietnam

PT Freeport Indonesia (PTFI) menyoroti rendahnya serapan katoda tembaga produksi dalam negeri oleh industri nasional.

Senior Vice President Government Relation PTFI Harry Pancasakti menuturkan, dari total kapasitas produksi katoda mencapai sekitar 800.000 ton per tahun, penyerapan oleh sektor industri di Tanah Air kurang dari separuhnya.

Dia mengatakan, sebagian besar produksi katoda tembaga justru diekspor ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

“Kurang dari 50% yang diserap di dalam negeri. Sisanya diekspor dan sayangnya ekspor ini tidak jauh-jauh, mayoritas pembelinya justru dari negara tetangga,” ujar Harry dalam acara Minerba Convex 2025 di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Harry menuturkan, Malaysia, Thailand, dan Vietnam memiliki industri manufaktur elektronik yang jauh lebih berkembang dibandingkan Indonesia. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah maupun pelaku industri nasional untuk memperkuat rantai hilirisasi logam tembaga di dalam negeri.

“Mereka [negara tetangga] punya industri elektronik yang jelas dan kuat. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi kita untuk memperkuat hilirisasi katoda di dalam negeri,” katanya.

Menurut Harry, kapasitas produksi katoda tembaga di dalam negeri terus meningkat seiring dengan beroperasinya beberapa fasilitas pemurnian (smelter). Setiap smelter memiliki kapasitas antara 500.000-600.000 ton per tahun. Namun, hingga kini komitmen serapan domestik masih terbatas.

Adapun, PTFI baru menerima komitmen besar dari PT Hailiang Nova Material Indonesia. Perusahaan ini juga beroperasi di kawasan industri Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) dengan volume sekitar 100.000 ton per tahun.

“Sisanya, hasil produksi katoda akan sama dengan kelebihan yang dihasilkan PT Smelting. Ini jadi pekerjaan rumah bersama karena mayoritas offtaker dalam negeri hanya berasal dari industri kabel,” ujar Harry.

Padahal, lanjut dia, permintaan tembaga di dalam negeri semestinya bisa lebih tinggi mengingat banyak sektor industri lain seperti elektronik dan pendingin udara (AC) yang menggunakan bahan baku tembaga.

“Industri kabel kita katanya butuh 600.000 ton per tahun. Tapi kenapa kita sudah produksi hampir 800.000 ton per tahun masih belum terserap sepenuhnya? Apakah ada isu finansial atau hambatan lain yang perlu kita bantu?” tuturnya.

PTFI sebelumnya menyuarakan agar katoda tembaga hasil produksi smelter mereka bisa diserap industri dalam negeri. Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengibaratkan tugas penambang untuk melaksanakan hilirisasi sudah selesai. Menurutnya, tugas selanjutnya adalah mendorong hasil hilirisasi bisa dikonsumsi industri dalam negeri.

Dia mencontohkan saat ini sekitar tiga per empat produksi katoda tembaga PT Smelting, smelter pertama Freeport, masih diekspor. Sementara itu, sisanya baru dikonsumsi industri dalam negeri. Hal ini lantaran industri hilir yang mengolah katoda dalam negeri masih minim.

“Intinya industri lebih hilirnya mana? Ini [hilirisasi] sudah 5 tahun kok kami bangun,” ucap Tony di Jakarta beberapa waktu lalu.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Indonesian Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau. Dia menilai hilirisasi harus diiringi dengan konsumsi produk tambang oleh industri dalam negeri.

Hal ini dinilai perlu demi memaksimalkan nilai tambah. Dia menuturkan, dalam 5 tahun terakhir dunia tambang telah melaksanakan tugasnya untuk melakukan hilirisasi mineral mentah. Oleh karena itu, dia berharap hasil usaha pelaku industri tambang bisa disambut oleh industri dalam negeri. Menurut Rachmat, akan sangat disayangkan jika produk olahan mineral dalam negeri malah lari ke luar negeri.

“Indonesia punya kesempatan besar untuk memanfaatkan itu dan dari situ lah nilai tambah besar didapatkan,” kata Rachmat.

Dia pun berharap pemerintah bisa membuat kebijakan untuk mendukung hal tersebut. Apalagi, kata Rachmat, pemerintah punya target tertentu untuk menggenjot industri dalam negeri.

“Harapan kami, para penambang sudah melakukan semaksimal mungkin tugasnya, ke depan mungkin ada aturan dari pemerintah untuk memudahkan proses yang bisa membuat kesinambungan dari tambangnya, bukan dari hilirisasinya,” jelas Rachmat. Editor : Denis Riantiza Meilanova

Sumber:

– 16/10/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, Jumat, 17 Oktober 2025

baca selengkapnya

Peraturan Pelaksana dari PP Minerba Sedang Harmonisasi, Buka Akses Tambang ke Ormas

baca selengkapnya

Pengajuan RKAB 2026 Ditenggat 15 November, ESDM Belum Kaji Sanksi

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top