Eramet, perusahaan pertambangan dan metalurgi global asal Prancis, membuktikan kontribusinya kepada masyarakat sekitarnya. Melalui kerja sama dengan Yayasan Kitong Bisa (KBF), sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pendidikan, Eramet memberikan program beasiswa kepada 42 mahasiswa yang berasal dari kawasan Indonesia Timur.
Dari 42 penerima beasiswa tersebut, tiga penerima Beasiswa Eramet Beyond menyampaikan rasa syukur mereka serta bagaimana dukungan ini telah mengubah kehidupan mereka.
Wisnu, mahasiswa semester 5 jurusan Manajemen di Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, mengaku beasiswa ini sangat membantu dirinya untuk bisa melanjutkan studi. Pria kelahiran Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, 21 tahun lalu itu mengaku beasiswa ini sangat meringankan ekonominya yang harus hidup sebagai perantau di Ambon.
“Pada awal semester, saya harus bekerja di pasar hanya untuk memastikan saya mampu membayar biaya kuliah,” kata Wisnu dalam keterangannya, dikutip Rabu (8/10).
Wisnu mengaku keinginannya sangat besar untuk mengubah nasib keluarganya. Ia mengaku kedua orang tuanya memiliki pendidikan sangat rendah, tak lulus di sekolah dasar. Ia memimpikan setelah lulus kuliah bisa bekerja di perusahaan besar. “Saya ingin mengubah nasib dan hidup lebih baik,” kata anak ketiga dari enam bersaudara ini.
Kisah serupa datang dari Yuliana Regina Nelce Manobi (21), yang menempuh studi di bidang Teknologi Informasi di Universitas Papua. Bagi Yuliana, melanjutkan pendidikan tinggi di bidang yang kerap dianggap sulit dijangkau bagi wilayahnya merupakan sebuah pencapaian berarti. Kesenjangan informasi dan infrastruktur antara Indonesia Timur dan Barat justru memacu tekadnya untuk melanjutkan pendidikan.
Yuliana sangat menyadari bahwa biaya pendidikan tinggi bukan perkara kecil, apalagi dengan kebutuhan membeli buku dan bahan ajar lainnya. “Itulah sebabnya saya sangat senang menerima dukungan finansial untuk melanjutkan studi saya,” ujarnya.
Kegembiraan yang sama dirasakan oleh Febriyani Abdullah (usia 21 tahun), mahasiswi Teknik Pertambangan di Universitas Khairun. Keluarganya tinggal di Sofifi, sehingga awalnya Febriyani harus menyebrang dengan kapal feri untuk menuju kampus di Ternate. Menjadi yang pertama dalam keluarganya bisa menempuh pendidikan tinggi merupakan kebanggaan sekaligus tantangan besar.
“Di Timur, perempuan masih dipandang rendah ketika ingin menempuh pendidikan tinggi. Awalnya saya bahkan tidak mempertimbangkan untuk kuliah,” ucapnya.
Kisah mereka hanyalah sebagian kecil dari potret perubahan yang lahir dari kesempatan. Dari keterbatasan finansial hingga keterbatasan akses, kini mereka berani bermimpi lebih besar.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memberi manfaat bagi individu, keluarga, komunitas, dan bangsa. Dengan Beasiswa Eramet Beyond, kami bertujuan memberi generasi muda di Indonesia Timur kesempatan yang setara untuk meraih impian mereka dan menjadi agen perubahan,” kata Head of Communications Eramet Indonesia, Nancy Pasaribu.