Kuda-Kuda Timah (TINS) Pulih dari Tekanan

Emiten Grup MIND ID, PT Timah Tbk. (TINS) mencatatkan penyusutan laba dan pendapatan pada paruh pertama 2025 seiring dengan ragam kendala bisnis. Pada paruh kedua 2025, terdapat peluang pemulihan kinerja bisnis TINS.

Berdasarkan laporan keuangan, TINS telah membukukan penurunan laba bersih 30,93% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp300,07 miliar pada semester I/2025, dibandingkan Rp434,46 miliar pada semester I/2024.

TINS pun mengemas pendapatan sebesar Rp4,22 triliun sepanjang paruh pertama tahun ini, turun 19,0% yoy dari realisasi pendapatan semester I/2024 sebesar Rp5,2 triliun. Realisasi pendapatan TINS ditopang oleh volume produksi bijih dan logam timah perseroan.

Sementara, sepanjang semester I/2025, TINS memproduksi bijih timah sebanyak 6.997 ton, turun 32% yoy dari 10.279 ton pada 6 bulan pertama 2024. Sejalan dengan itu, volume produksi logam timah turun 29% yoy menjadi 6.870 ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9.675 ton.

Pada saat yang sama, penjualan logam timah turun 28% yoy menjadi 5.983 ton pada semester I/2025 dibanding 8.299 ton pada semester I/2024.

Di sisi harga, TINS mencatat harga jual rata-rata logam timah sebesar US$32.816 per ton pada semester I/2025 atau naik 8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$30.397 per ton. TINS pun mencatat EBITDA sebesar Rp838 miliar atau lebih rendah 31% yoy dari sebesar Rp1,21 triliun.

Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Nur Adi Kuncoro mengatakan penurunan laba terjadi sering dengan kendala operasional yang dihadapi TINS.

“Pertama, dari jumlah alat produksi turun signifikan, terutama dari kapal isap produksi. Kedua, intensitas cuaca juga cukup lebih lama dari tahun lalu. Kemudian, beberapa lokasi tidak bisa masuk, seperti lokasi di Olivier Laut Belitung, Briga di Bangka Tengah, dan Laut Rias di Bangka Selatan,” kata Nur Adi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada beberapa waktu lalu.

Adapun, pada tahun ini perseroan sendiri telah menetapkan sasaran pokok dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yaitu produksi bijih timah sebesar 21.500 ton Sn, produksi logam timah sebesar 21.545 ton, dan penjuakan logam timah sebesar 19.065 ton.

Meski paruh pertama lesu, TINS optimistis mampu mendongkrak kinerjanya pada paruh kedua 2025. Direktur Utama TINS Restu Widiyantoro juga mengatakan tren produksi bijih timah mulai pulih sejak Mei 2025 setelah mengalami penurunan beruntun pada Januari-April 2025. Untuk itu, pihaknya meyakini produksi akan kembali normal dan mencapai target RKAP.

Produksi timah pada Mei 2025 tercatat 1.228 ton, naik menjadi 1.409 ton pada Juni, kemudian 1.713 ton pada Juli 2025. Kendati demikian, realisasi itu belum mencapai target produksi bulanan PT Timah yakni 1.800 ton. Pada Agustus 2025, produksi mulai mencapai target ke angka 1.877 ton.

Pemulihan produksi bulanan dan sejumlah kebijakan yang dilakukan manajemen disebut akan mendukung target RKAP yang dipastikan tercapai tahun ini.

Restu menerangkan bahwa pemulihan produksi dalam empat bulan terakhir atau Mei-Agustus 2025 tak lepas dari perbaikan tata kelola dan sistem distribusi dan produksi timah.

“Bahkan dengan perkuatan Satgas Nanggala yang sekarang bergantung dengan kami, itu kami sangat optimis untuk bisa mencapai 6.500 ton Sn per bulan sehingga sampai 4 bulan terakhir September-Desember kami bisa mencapai target,” jelasnya.

Dia juga memberikan sejumlah langkah untuk mendongkrak produksi. Perseroan misalnya meningkatkan operasi produksi dengan memperkuat Satgas Internal. Satgas ini mendapat tugas utama untuk mengatasi persoalan tambang ilegal di Bangka Belitung.

“Satgas ini melakukan penyekatan atau pemagaran wilayah supaya tidak bisa dimasuki kegiatan-kegiatan timah ilegal. Selama ini di Bangka Belitung itu bersaing bebas atau head-to-head antara yang legal dengan yang ilegal,” tuturnya.

Perusahaan mengakui selama ini kalah bersaing dengan penambangan ilegal karena pihak legal harus menanggung beban pajak dan biaya reklamasi.

Karena itu, PT Timah menempuh tiga langkah besar, yaitu penyekatan wilayah, penertiban tambang ilegal, serta pembinaan kolektor. Dalam penertiban tambang ilegal, PT Timah memilih pendekatan legalisasi.

“Kami akan mengorganisir semua yang sebelumnya dinyatakan ilegal menjadi legal, melalui pemberdayaan koperasi. Alhamdulillah sekarang kami sudah mulai 30 koperasi—penambang, karyawan, dan nelayan—untuk memulai kegiatan ini,” paparnya.

Perusahaan menargetkan jumlah koperasi terus bertambah hingga 200–300 unit agar masyarakat bisa menambang secara legal dan hasilnya masuk ke PT Timah. Sementara itu, kolektor yang bersedia dibina akan diberdayakan, sedangkan yang tetap beroperasi ilegal akan dikeluarkan dari wilayah IUP.

Gerak Saham

Seiring dengan pemulihan kinerja fundamental, harga saham TINS masih kokoh di zona hijau. Harga saham TINS memang melemah 3,91% ke level Rp1.350 per lembar pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (26/9/2025).

Namun, harga saham TINS masih di zona hijau, menguat 26,17% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.

Tim Riset Ina Sekuritas menilai saham TINS pada 2025 menghadapi prospek yang beragam.

“Harga timah yang lebih kuat dan produksi yang lebih tinggi mendukung pendapatan, tetapi kenaikan biaya dan royalti yang progresif menekan profitabilitas,” tulis Tim Riset Ina Sekuritas dikutip Bisnis pada Minggu (28/9/2025).

Ina Sekuritas sendiri menyematkan rekomendasi buy untuk saham TINS dengan target harga di level Rp1.400 per lembar. Peluang TINS didukung oleh visibilitas produksi yang lebih kuat, harga timah yang menguntungkan, dan peningkatan efisiensi. Meskipun, risiko tetap ada akibat regulasi, volatilitas, cuaca, dan inflasi biaya.

Proyeksi Analis

Analis Sinarmas Sekuritas Inav Haria Chandra dan Kenny Shan dalam risetnya juga mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp1.800 per lembar.

“Meskipun terdapat hambatan pendapatan jangka pendek, kami tetap mendukung saham ini karena fundamental pasar timah yang kuat, potensi peningkatan dari kuota rencana kerja dan anggaran yang lebih tinggi, serta peningkatan leverage operasional dalam jangka menengah seiring tungku Ausmelt mencapai utilisasi optimal,” tulis Inav Haria Chandra dan Kenny Shan.

Akan tetapi, terdapat risiko pada saham TINS meliputi penegakan peraturan yang lebih longgar, harga timah yang lebih lemah, gangguan produksi akibat cuaca, dan kenaikan biaya operasional yang tidak terduga.

Analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan Tarigan menilai saham TINS memiliki potensi signifikan yang belum dimanfaatkan, menawarkan potensi keuntungan yang substansial bagi investor.

“Kami memproyeksikan produksi TINS tumbuh pada CAGR 7% selama 2024-2026 didorong oleh fokus manajemen pada peningkatan operasional, peningkatan efisiensi penambangan, dan pemanfaatan penuh kuota rencana kerja dan anggaran,” tulis Andreas dalam risetnya. Editor : Anggara Pernando

Sumber:

– 28/09/2025

Temukan Informasi Terkini

Menteri Bahlil Tekankan Hilirisasi Harus Berkelanjutan

baca selengkapnya

MDKA Ungkap Progres Proyek Tambang Emas Pani milik Merdeka Gold

baca selengkapnya

Isyarat Bahlil: Freeport Tak Perlu Bangun Smelter Baru di Papua

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top