Memasuki kuartal IV 2025 hingga 2026, tren permintaan batu bara dunia diproyeksikan meningkat signifikan, ditopang kebutuhan musim dingin di negara-negara beriklim subtropis serta pemulihan kebutuhan energi industri. Secara historis, semester kedua selalu menjadi periode penguatan bagi harga batu bara karena peningkatan permintaan impor, khususnya dari Asia Timur dan Asia Selatan.
Indonesia Tetap Jadi Kontributor Utama Pasar Batu Bara Global
Sebagai salah satu negara dengan cadangan batu bara terbesar di dunia, Indonesia tetap menjadi pemasok utama bagi pasar global. Peran ini semakin penting ketika permintaan kembali memanas di kuartal IV 2025. Sumatra Selatan menjadi wilayah strategis dengan cadangan batu bara terbesar kedua di Indonesia dan menjadi penopang utama stabilitas suplai global.
Untuk mendukung Sumatra Selatan sebagai episentrum produksi batu bara nasional, rangkaian ekspansi infrastruktur negara dan BUMN energi akan memperkuat potensi ini. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menargetkan 100 juta ton produksi pada 2030, naik 138% dari 42 juta ton dari tahun 2024. Bersinergi dengan PTBA, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga menyiapkan pengembangan besar untuk menopang lonjakan permintaan batu bara nasional yaitu dengan menyiapkan 28 juta ton/tahun kapasitas tambahan yang ditargetkan masuk awal 2026.
Proyek jalur rangkap tiga (triple track) PT KAI juga mulai digarap untuk mendukung target kapasitasn angkut pada 2029 di 165 juta ton/tahun. Penggunaan jalur kereta menjadi krusial karena Pemerintah Daerah Sumatra Selatan telah mengeluarkan peraturan untuk tidak memakai jalan umum sebagai jalur pengangkutan batu bara.
Sejalan dengan rencana peningkatan produksi batu bara di Sumatra Selatan, mendorong kebutuhan logistik seamless dengan infrastruktur yang terintegrasi dengan baik. Situasi ini memberi ruang besar bagi pertumbuhan perusahaan logistik batu bara terintegrasi seperti RMK Energy (RMKE) yang telah memiliki infrastruktur logistik dari jalan hauling batu bara, stasiun muat kereta, stasiun bongkar kereta, hingga menuju pelabuhan di Sumatra Selatan.
RMKE telah menyelesaikan jalan khusus angkutan batu bara sepanjang 38 km dan telah terhubung dengan 2 tambang baru Wiraduta Sejahtera Langgeng (WSL) dan Duta Bara Utama (DBU). Jalan ini juga akan terhubung dengan tambang-tambang potensial lainnya termasuk PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Riset NH Korindo menyoroti bahwa meski RMKE mengalami tekanan pada 9M25 (pendapatan -36,1% YoY dan laba bersih -22% YoY), kontribusi segmen coal services meningkat tajam yaitu Gross profit coal services naik 15,3% YoY dan Kontribusi revenue naik dari 30,5% ke 46,5%. Dengan adanya jalan hauling baru, ekspansi kapasitas KAI, peningkatan produksi PTBA serta kenaikan demand global semester kedua, NH Korindo menilai RMKE siap memasuki fase pertumbuhan keuangan yang jauh lebih kuat mulai 2026.
Rekomendasi BUY dengan Target Price Rp 7.000 (+112,8%)
NH Korindo menerbitkan rekomendasi BUY untuk RMK Energy dengan target harga Rp 7.000 per saham, atau potential upside +112,8% dari harga saat ini (Rp3.290 per 24 November 2025). Penilaian ini didasarkan pada 5-Year DCF Method, valuasi perusahaan mencapai Rp 30,8 triliun. Adapun proyeksi fundamental: Forward PE: 8,38x, PBV: 2,67x dan EV/EBITDA: 6,15x. Proyeksi revenue 2026–2028 tumbuh eksponensial dari Rp 4,1 triliun menjadi Rp 15,5 triliun. Proyeksi net profit meningkat 236% YoY pada 2026
“Dengan katalis peningkatan permintaan global, ekspansi kapasitas KAI dan PTBA, serta kesiapan infrastruktur baru RMKE, kami menargetkan harga saham RMKE di Rp 7.000. Kami merekomendasikan BUY dengan potential upside +112,8%. Momentum pertumbuhan terlihat kuat mulai semester kedua tahun ini hingga tahun depan, sejalan dengan fokus pemerintah pada ketahanan dan swasembada energi,” pungkas Analis NH Korindo Axell Ebhenhaezer. Editor: Yurike Metriani
