Kebangkitan harga batu bara terus berlanjut setelah sempat hancur lebur.

Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan kemarin, Selasa (19/8/2025) ditutup di US$ 111 per ton atau menguat 1,14%.

Kenaikan ini memperpanjang tren positif harga batu bara degan menguat 1,6% dalam dua hari beruntun. Keaikan ini menjadi kabar baik setelah harga batu bara mencatat kinerja buruk dengan melemah 7,1% dalam 11 hari.

China masih menjadi penopang utama kenaikan harga. Pelaku pasar menilai pembatasan pasokan yang akan diberlakukan Beijing akan berdampak.

Data sebelumnya menunjukkan produksi batu bara di negara produsen dan konsumen terbesar dunia naik 3,6% dibanding bulan sebelumnya pada Juni, sejalan dengan sinyal sebelumnya bahwa China berencana meningkatkan produksi sebesar 1,5% menjadi 4,82 miliar ton tahun ini setelah mencatat rekor produksi pada 2024.

Langkah ini menjadi pembuka janji Beijing untuk mengekang kelebihan kapasitas di mineral utama guna mengatasi tekanan deflasi. Sebelumnya, Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China menyatakan para pengambil keputusan perlu memberikan lebih banyak dukungan ekonomi untuk menjaga rebound harga.

Dikutip dari sxcoal.com, kenaikan harga batubara termal di pelabuhan China tetap berlanjut minggu lalu, tetapi laju kenaikannya melambat menjelang akhir pekan. Hal ini terjadi karena dukungan permintaan yang lemah dan rendahnya tingkat penerimaan harga oleh pembeli – memberi sinyal adanya resistensi pasar terhadap harga yang semakin tinggi.

Gelombang panas global, terutama di Asia, juga ikut mengerek kebutuhan listrik dan mengurangi pasokan batu bara melalui gangguan produksi. Kondisi ini mendorong harga spot serta acuan mengalami kenaikan. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)