Pemerintah tengah mempercepat negosiasi penambahan 10%-12% kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Pengamat pun menilai penambahan saham itu dapat memperkuat posisi pemerintah dalam menerima manfaat ekonomi dan finansial dari perusahaan tambang tersebut.
Negosiasi penambahan kepemilikan saham PTFI lewat holding BUMN tambang MIND ID disebut menemui perkembangan positif. Bahkan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Indonesia berpotensi menambah kepemilikan saham lebih besar dari rencana awal yang sebesar 10%.
Terbaru, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) membidik penambahan saham RI di Freeport sebesar 12%.
Adapun, struktur kepemilikan saham PTFI saat ini adalah 51,23% dimiliki oleh Holding BUMN Pertambangan MIND ID dan 48,77% dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (FCX). Dengan divestasi tambahan 10%, kepemilikan saham MIND ID di PTFI akan bertambah menjadi sekitar 61% atau bila tambahan saham 12% maka menjadi 63,2%.
Pengamat BUMN sekaligus Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menilai apabila Indonesia berhasil meningkatkan share di PTFI, tentu akan bagus dilihat dari sisi manfaat ekonomi dan finansial ke depan.
“Potensi dividen bisa lebih besar, demikian pula cash flow akan makin bisa dikontrol oleh owner mayoritas yaitu MIND ID. Sebagai pemilik mayoritas, tentu bargaining position ke Freeport juga bisa lebih kuat,” jelas Toto kepada Bisnis, Selasa (16/9/2025).
Kendati demikian, dia mengingatkan pemerintah perlu memperhatikan kesiapan dana untuk menambah saham di PTFI tersebut. Pun, Toto mengingatkan jangan sampai pemerintah mengambil utang baru demi membiayai akuisisi yang dilakukan MIND ID. Oleh karena itu, kesiapan pendanaan perlu dihitung secara cermat oleh pemerintah.
“Aspek pendanaan jangan fokus di utang saja, bisa juga misal dengan asset backed securitization sehingga mengurangi tekanan utang,” imbuh Toto.
Lebih lanjut, Toto menuturkan bahwa dengan menjadi mayoritas pemegang saham, maka posisi vital makin kuat di pihak Indonesia. Sementara itu, tambang PTFI saat ini di Grasberg, Papua Tengah perlu penguasaan teknologi tinggi.
Oleh karena itu, MIND ID harus mempersiapkan kemampuan untuk mengatasi permasalahan itu.
“Jadi perlu langkah persiapan lebih kuat dan strategis supaya saat transaksi berhasil maka pihak Indonesia juga sudah ready untuk mempertahankan kinerja operasional yang sudah dicapai saat ini,” kata Toto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, penambahan saham di PTFI harus menjawab dua pertanyaan besar.
Pertama, apakah pemerintah dengan akuisisi saham lebih besar bersedia menyelesaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan PTFI?
“Kalau saham makin besar tapi eksternalitas negatif PTFI ditanggung pemerintah, ini namanya ketiban masalah bukan malah untung,” kata Bhima.
Kedua, apakah dengan saham lebih besar pemerintah bisa memastikan nilai tambah produk tembaga dan emas PTFI dirasakan lebih banyak oleh masyarakat?
Menurut Bhima, kalau tidak ada manfaatnya untuk masyarakat, penambahan saham di PTFI menjadi percuma. Dia menambahkan bahwa, penambahan saham itu semangatnya tidak bisa sekadar nasionalisme sempit, tetapi perlu pertimbangan ruang fiskal. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan uji kelayakan secara transparan.
“Uji kelayakan yang transparan dan pelibatan masyarakat terdampak baik di Papua lokasi tambang dan di Gresik,” kata Bhima.
Sebelumnya, Bahlil memastikan penambahan saham PTFI tersebut berada di atas 10%.Editor : Denis Riantiza Meilanova
