Pemerintah Terbitkan Dua Aturan Baru Royalti Minerba, Berlaku Mulai 26 April 2025

PEMERINTAH Indonesia resmi menerbitkan dua peraturan pemerintah terbaru yang mengatur skema tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM), termasuk royalti atas komoditas mineral dan batu bara (minerba). Kedua peraturan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengoptimalisasi penerimaan negara dari sektor strategis tersebut, Rabu, 16 April 2025.

Peraturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2025 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara, serta PP Nomor 19 Tahun 2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Kedua PP tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025 dan akan mulai berlaku efektif pada 26 April 2025, atau 15 hari setelah diundangkan.

Penyesuaian Tarif Royalti untuk Batu Bara dan Mineral

PP No. 19 Tahun 2025 menetapkan tarif royalti terbaru yang berlaku untuk berbagai komoditas minerba, dari batu bara, nikel, emas, hingga pasir laut. Beberapa tarif yang ditetapkan mengalami perubahan dari skema yang sempat disosialisasikan sebelumnya oleh Kementerian ESDM.

“Setahu saya ada sedikit adjustment dari sosialisasi awal,” kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral (PPM) Ditjen Minerba, Cecep Mochammad Yasin, saat dikonfirmasi pada Selasa (15/4/2025).

Berikut adalah beberapa poin penting dalam penyesuaian tarif royalti:

Batu Bara: Sistem Bertingkat Berdasarkan Kalori dan Harga Acuan

Untuk batu bara, tarif royalti ditetapkan berdasarkan tingkat kalori dan harga batu bara acuan (HBA). Misalnya, untuk batu bara dengan kalori di atas 5.200 Kkal/Kg dengan HBA di atas US$90, tarif royalti ditetapkan sebesar 13,5% dari harga per ton.

Sementara itu, batu bara bawah tanah (underground) mendapatkan tarif lebih rendah. Contohnya, untuk kalori di atas 5.200 Kkal/Kg dan HBA di atas US$90, tarifnya hanya 12,5%.

Nikel: Tarif Progresif Hingga 19%

Untuk bijih nikel, tarif royalti ditentukan berdasarkan harga mineral acuan (HMA). Jika HMA melebihi US$31.000, tarif royalti dikenakan sebesar 19% dari harga per ton. Namun, bijih nikel kadar rendah (<1,5%) yang digunakan untuk industri kendaraan listrik domestik dikenakan tarif ringan, hanya 2%.

Produk pemurnian nikel seperti NPI (Nickel Pig Iron), Nickel Matte, dan Ferro Nickel juga dikenakan tarif bertingkat, mulai dari 3,5% hingga 7% tergantung dari nilai HMA.

Emas dan Tembaga: Tarif Berdasarkan Harga Internasional

Emas sebagai logam utama dikenakan tarif antara 10% hingga 16% dari harga per troy ounce, tergantung pada nilai HMA. Demikian juga dengan tembaga, yang memiliki tarif royalti antara 5% hingga 17%, tergantung bentuk produk dan harga acuan pasar.

Khusus untuk produk ikutan seperti perak, telluride, dan selenium dalam tambang tembaga, pemerintah menetapkan tarif royalti tetap sebesar 5%.

Komoditas Lain: Dari Timah hingga Pasir Laut

Timah dikenakan tarif progresif mulai dari 3% hingga 10%.

Pasir laut yang berasal dari wilayah laut lebih dari 12 mil atau berbatasan langsung dengan negara lain dikenakan tarif royalti sebesar 7,5%.

Intan dikenakan tarif tetap sebesar 6,5% dari harga per ton.

Sementara itu, logam-logam tanah jarang seperti scandium, thorium, dysprosium, hingga cesium ditetapkan tarif antara 1% hingga 2,5% per ton, tergantung kadar dan bentuk pemurniannya.

Implikasi Ekonomi dan Industri

Penerbitan PP ini merupakan langkah lanjutan dalam mengimplementasikan reformasi tata kelola pertambangan, khususnya untuk meningkatkan kepastian hukum serta penerimaan negara. Penyesuaian tarif ini juga memperhatikan dinamika pasar global dan upaya pemerintah mendorong hilirisasi mineral di dalam negeri.

Menurut Cecep Yasin, perubahan tarif ini mempertimbangkan masukan dari pelaku industri, serta perhitungan keekonomian yang disesuaikan dengan kondisi pasar. “Kami ingin tetap menjaga iklim investasi, namun juga memastikan negara mendapatkan haknya secara optimal,” ujarnya.

Sumber: wartakini.co.id, 16 April 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top