Penambang: Wacana BK Batu Bara dan Emas Cederai Aturan Kepabeanan

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) Hendra Sinadia menilai rencana pengenaan bea keluar (BK) pada komoditas batu bara dan emas tidak sejalan dengan semangat Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor.

Alasannya, beleid tersebut menegaskan bahwa bea keluar ditetapkan dengan tujuan menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga cukup drastis, dan menjaga stabilitas harga di dalam negeri.

Hendra berpendapat keempat aspek tersebut tidak terpenuhi dalam penerapan bea keluar batu bara dan emas. Dia memandang pengenaan bea keluar pada dua komoditas tersebut hanya bertujuan mempertebal penerimaan negara.

“Isu bea keluar sih bukan isu yang lama, kita 2014 pernah ada wacana itu cuma kita challenge waktu itu. Kenapa? Karena kan ada PP No. 55/2008 tentang bea keluar,” kata Hendra ditemui medio pekan ini.

“Jadi seharusnya semua penerapan bea keluar ke semua sektor mengacu ke PP itu ya. Ya harusnya mengacu ke PP itu. Nah, di Pasal 2-nya jelas sih itu tujuan bea keluar ada 4 hal,” lanjut Hendra.

Hendra menyatakan jika pengenaan bea keluar batu bara bertujuan menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, saat ini sekitar 30% dari produksi batu bara nasional sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri.

Selanjutnya, jika bertujuan menjaga harga, Hendra menilai Indonesia memang salah satu eksportir batu bara, tetapi tidak memiliki kehendak untuk mengontrol harga batu bara dunia sebab harga batu bara sangat ditentukan oleh permintaan.

“Kemudian mencegah kerusakan lingkungan kan upaya perusahaan melakukan uang lingkungan kan udah banyak gitu ya,” ucap dia.

Begitu juga dengan bea keluar emas. Dia menegaskan emas batangan merupakan produk hasil hilirisasi yang sudah memiliki nilai tambah dan seharusnya dibebaskan dari bea keluar.

“Emas juga kan produk hilirisasi, produk hilirisasi yang paling akhir dari emas adalah emas batangan. Harusnya enggak dikenakan [bea keluar],” Hendra menegaskan.

Wacana pengenaan tarif terhadap batu bara tersebut sebelumnya kembali mencuat belakangan ini, bersamaan dengan rencana pengenaan bea keluar emas pada 2026.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan BK batu bara hanya akan dikenakan ketika harga komoditas tersebut menyentuh level tertentu, sehingga jika harga sedang rendah, tarif pajak tersebut tidak akan diberlakukan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Tri Winarno menyatakan sudah menyiapkan formulasi pengenaan bea keluar beserta tarifnya. Akan tetapi, dia mengaku belum dapat mengungkapan hal tersebut ke publik.

Tri mengklaim pengenaan bea keluar batu bara tidak akan membuat penambang rugi sebab akan diimplementasikan secara fleksibel.

“Kita harus menghitung bagaimana industri tetap sustain, tetapi penerimaan negara juga optimal. Jangan juga kita membuat industri itu jadi bangkrut karena adanya tambahan beban yang harus dibayar,” kata Tri kepada awak media, Kamis (27/11/2025).

Dia turut membuka peluang bea keluar batu bara diimplementasikan pada 2026, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi memperkirakan penerapan bea keluar ekspor komoditas emas dan batu bara berpotensi meningkatkan penerimaan negara sekitar Rp2 triliun hingga Rp6 triliun.

Bendahara Negara menjelaskan rencana pemerintah menetapkan bea keluar terhadap komoditas emas dan batu bara tak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mengetahui seberapa besar volume dan nilai ekspor emas yang dilakukan oleh Indonesia.

“Jadi kita lihat nanti ada potensi income [pendapatan] apa yang bisa kita dapat dari pertambangan itu. Saya tidak estimasi, pokoknya triliunan lah. Rp2 triliun sampai Rp6 triliun lah,” sebut Purbaya usai menghadiri Peluncuran Bloomberg Businessweek Indonesia di Westin Hotel, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Kementerian Keuangan memastikan akan mengenakan tarif bea keluar untuk komoditas emas, dan berencana mulai menerapkan kebijakan pada 2026. Aturan akan diundangkan dalam waktu dekat, tepatnya November 2025.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, nantinya, aturan tersebut akan mematok tarif bea keluar ekspor emas sesuai dengan besaran harga emas global.

Dalam paparannya, Febrio mengungkapkan rencana pengenaan tarif bea keluar tersebut dilangsungkan mengacu tarif berasal dari Harga Mineral Acuan (HMA) emas. Ketika harga emas berada di atas US$3.200/troy ons, maka akan dikenakan tarif sebesar 15%.

Sementara itu, untuk emas yang seharga lebih rendah dari US$3.200-US$2.800/troy ounces akan dikenakan tarif sebesar 12,5%. Pengenaan dilakukan kepada komoditas dore (batangan emas murni) dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya.

Kemudian, ada juga emas atau paduan emas dalam bentuk Tidak ditempa berbentuk granules dan bentuk lainnya, tidak termasuk dore. (azr/wdh)

Sumber:

– 30/11/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, Jumat, 05 Desember 2025

baca selengkapnya

180 Juta Ton Batu Bara Dibakar di Dalam Negeri per Oktober 2025, Listrik dan Semen Terbesar

baca selengkapnya

BUMI Produksi 54,9 Juta Ton Batu Bara hingga Kuartal III/2025

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top