Penerapan ESG di perusahaan tambang tidak bisa dilepaskan dari tiga komponen utama yakni lingkungan, K3 serta sosial masyarakat. Saat ini ketiga komponen tersebut kerap kali dipandang secara terpisah.
Tonny Gultom, Direktur Health Safety Environment (HSE), menyatakan perencanaan praktik teknik tambang jadi dasar ESG. Peraturan pemerintah merupakan syarat minimal dam ketiga komponen tersebut harus dijalankan secara beriringan.
“Dulu terbagi, lingkungan ada, K3 ada, sosial ada. Kalau pembinaannya di minerba ada. Sosial ada pembinaan di pengusahaan. Hanya dulu terpilah satu per satu. ESG itu bagian dari itu, menyatukan, karena tidak bisa kita pisahkan. Tidak bisa kita pilah pilah lagi apalagi ada aturannya,” kata Tonny di sela Harita Nickel Journalistic Awards 2025, di Jakarta, Jumat (24/10).
Tonny menuturkan tanggung jawab perusahaan terhadap safety, K3, tidak saja untuk karyawan tapi juga demi masyarakat dan lingkungan. Jika bicara lingkungan aturannya sudah ada termasuk didalamnya adalah jaminan penutupan tambang atau reklamasi, yang diwajibkan dalam ESG.
“Kalau jaminan reklamasinya tidak disetor bagaimana bisa beyond. Dulu banyak Perusahaan mementingkan produksi, itu tidak bisa lagi seperti itu. Seperti RKAB, itu kan produksi, tapi kalau dana reklamasi tidak ditempatkan, jaminan tidak ada bagaimana RKAB mau disetujui,” jelas Tonny.
Sementara itu, Horas Pasaribu, Koordinator Perlindungan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan bahwa pemerintah tidak akan lagi lembek dengan perusahaan yang tidak menerapkan ESG salah satunya adalah jaminan reklamasi. Baru-baru ini ada 190 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dihentikan sementara kegiatan pertambangannya sampai mereka membayarkan jaminan reklamasi.
“Kalau ESG baik tentu enggak ada yang terkena sanksi. Setiap IUP harus menempatkan jaminan reklamasi. Bukan untuk pemerintah, tapi akan kembali lagi ke perusahaan jika sudah terbukti melaksanakan reklamasi sesuai dokumen yang telah disetujui,” ungkap Horas.
Dalam Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2025 disebutkan bahwa penempatan jaminan reklamasi menjadi syarat RKAB. Jadi jika belum menempatkan jamiman reklamasi maka RKAB tidak akan disetujui.
Menurut Horas, cara tersebut jauh lebih tegas dibandingkan aturan main sebelumnya. Meskipun banyak yang menentang, pemerintah tidak akan gentar
“Ini demi peningkatan penerapan ESG dan pada akhirnya untuk kepentingan negara kita siap hadapi. Itu untuk kepentingan NKRI,” tegas Horas.
Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), menilai Indonesia memiliki aturan lingkungan yang sangat ketat jika dibandingkan dengan negara lain.
“Faktor ESG itu inherent dengan kegiatan pertambangan. Kita berbicara beyond compliance, termasuk Harita Nickel yang sudah menunjukan beyond compliance untuk mencapai target melebihi yang ditetapkan pemerintah,” kata Hendra.
ESG, kata Hendra sangat erat kaitannya dengan penerimaan masyarakat yang ujungnya juga bakal berdampak pada operasional perusahaan. Transparansi ke image perusahaan untuk mencari pembiayaan hingga buyer.
“Apa yang sudah dilakukan Harita Nickel positif untuk bisa diikuti perusahaan lain. Mereka membuktikan perusahaan nasional bisa wujudkan ESG seperti perusahaan multi nasional company,” kata Hendra. (RI)
