Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai wacana pengenaan bea keluar untuk batu bara dapat memberi tekanan tambahan pada industri.
Komoditas batu bara selama ini mendapat keistimewaan karena tidak dikenakan bea keluar. Namun, belakangan Presiden Prabowo Subianto bakal membenahi tata kelola eksportasi batu bara, salah satunya dengan pengenaan bea keluar.
Batu bara terakhir kali dikenakan bea keluar pada tahun 2006 lalu. Sejak saat itu praktis komoditas emas hitam itu tidak dikenakan kewajiban untuk membayar setiap eksportasi yang dilakukan. Padahal, perusahaan batu bara banyak yang meraup cuan dari aktivitas bisnis tersebut.
Terkait wacana pengenaan bea keluar, Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani mengatakan bahwa pihaknya mencoba memahami setiap kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah. Namun, dia menyebut, saat ini industri batu bara sudah menanggung beragam pungutan, baik fiskal maupun non-fiskal, di sepanjang rantai produksi.
“Penambahan bea keluar tentu berpotensi memberikan tekanan tambahan bagi industri,” ucap Gita kepada Bisnis, Senin (17/11/2025).
Dia menambahkan bahwa jika bea keluar diterapkan, bakal berdampak pada daya saing batu bara RI di pasar global.
“Jika bea keluar diberlakukan, dampaknya kemungkinan besar akan terlihat pada daya saing ekspor Indonesia,” katanya.
Dikutip dari paparan Kemenkeu di Komisi XI DPR pada Senin (17/11/2025), rencana penerapan bea keluar untuk batu bara masih dibahas oleh kementerian dan lembaga.
“Jadi kebijakan untuk mengenakan bea keluar dari batu bara ini nanti tetap berdasarkan usulan dari kementerian teknis,” ujar Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu.
Febrio juga mengemukakan lima aspek mengenai pertimbangan dan perkembangan rencana pengenaan bea keluar untuk batu bara. Pertama, adanya anomali Indonesia sebagai produsen batu bara terbesar ketiga di dunia. Namun, sebagian produknya masih diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai tambah rendah.
Kedua, volatilitas harga yang menunjukkan adanya penurunan harga batu bara acuan alias HBA. Outlook APBN 2025, HBA diperkirakan berada pada harga US$77,8 per ton sehingga rata-rata HBA US$98 per ton.
Ketiga, untuk mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi sehingga pengenaan bea keluar bisa direalisasikan. Keempat, adanya usulan dari kementerian teknis mengenai rencana pengenaan bea keluar untuk komoditas batu bara.
Kelima, saat ini rencana pengenaan bea keluar batu bara masih terus dibahas oleh kementerian dan lembaga. Poin pengenaannya antara lain, mekanisme pengawasan hingga pemeriksaan.
“Ini harus kami sampaikan ke bapak ibu sekalian, untuk nanti ada konsultasinya. Batu bara adalah sumber penerimaan pajak dan PNBP terbesar untuk APBN,” kata Febrio. Editor : Denis Riantiza Meilanova
