Pengusaha Kritik Ketidakadilan Aturan Denda Tambang Ilegal di Hutan

Indonesian Mining Association (IMA) memberikan kritik terhadap pengenaan tarif denda administratif untuk tambang ilegal mineral dan batu bara (minerba) di kawasan hutan.

Adapun, pengenaan tarif denda itu tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan Untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah dan Batu bara.

Dalam beleid itu, denda untuk pertambangan ilegal di kawasan hutan paling tinggi mencapai Rp6,5 miliar per hektare (ha), sementara denda paling rendah Rp354 juta per ha.

Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia menilai besaran denda itu tak adil. Dia membandingkan denda untuk perusahaan sawit yang membuka lahan ilegal di hutan hanya sebesar Rp25 juta per ha.

“Oleh karena itu, kami merasa sepertinya ada ketidakadilan dalam hal ini,” ucap Hendra kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).

Pihaknya pun meminta pemerintah mempertimbangkan kembali besaran denda tersebut. “Kami memohon agar dipertimbangkan kembali oleh pemerintah,” katanya.

Hendra menambahkan bahwa dalam kurun 5 tahun, pihaknya mendengar perizinan keterlanjuran untuk industri sawit sudah banyak yang diterbitkan oleh pemerintah. Sementara itu, perizinan keterlanjuran untuk perusahaan pertambangan sejauh ini belum ada.

Lebih lanjut, Hendra menuturkan bahwa poin penting dalam penetapan denda adalah mengenai verifikasi. Menurutnya, pemerintah perlu memastikan apakah benar lahan/hutan yang menjadi objek itu terganggu oleh perusahaan atau oleh pihak ketiga.

Hendra menekankan bahwa tidaklah tepat jika perusahaan yang harus diminta tanggung jawab atas kegiatan ilegal dari pihak lain di wilayah tambang milik perusahaan.

Dia menyebut, apabila memang ada perusahaan yang tidak bertanggung jawab yang sengaja menggunakan kawasan hutan tanpa izin seharusnya ditindak.

“Tetapi apabila perusahaan yang sudah berusaha mengurus perizinan sesuai dengan prinsip keterlanjuran sebagaimana yang diatur dalam UU Cipta Kerja yang diundangkan pada tahun 2020 yang lalu. Namun, hingga saat ini, belum dikeluarkan izinnya oleh pemerintah. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian oleh pemerintah,” tutur Hendra.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menetapkan tarif denda administratif untuk tambang ilegal di kawasan hutan. Dalam Kepmen ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025, Bahlil menetapkan denda penambangan nikel ilegal di kawasan hutan sebesar Rp6,5 miliar per ha.

Selanjutnya, denda untuk penambangan bauksit di kawasan hutan ditetapkan sebesar Rp1,76 miliar per ha. Kemudian, besaran denda untuk kegiatan tambang timah di kawasan hutan ditetapkan sebesar Rp1,25 miliar per ha.

Sementara itu, besaran dengan untuk kegiatan pertambangan batu bara di kawasan hutan ditetapkan sebesar Rp354 juta per ha.

Perhitungan penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan dalam Keputusan ini didasarkan hasil kesepakatan Rapat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan untuk kegiatan usaha pertambangan sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Selaku Ketua Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Nomor B-2992/Set-PKH/11/2025 tanggal 24 November 2025.

Keputusan itu mulai berlaku sejak ditetapkan pada 1 Desember 2025. Editor : Denis Riantiza Meilanova

Sumber:

– 11/12/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, Jumat, 12 Desember 2025

baca selengkapnya

MMP dan Mitsui Teken Kesepakatan Kerja Sama Pengembangan Pasar Nikel di Jepang

baca selengkapnya

Pengusaha Batubara Bicara Soal Insentif Ideal di Proyek DME

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top