Pengusaha Minerba Atur Strategi Hadapi Potensi Kenaikan Royalti

PENGUSAHA mineral dan batu bara (minerba) memutar otak menjaga profitabilitas di tengah wacana kenaikan royalti yang membuat beban perusahaan makin berat.

Diketahui, pemerintah tengah menggodok aturan kenaikan tarif royalti minerba, yang diperkirakan berdampak pada ratusan pengusaha minerba.

Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan aturan royalti akan memberi dampak kepada 700 hingga 800 perushaan mineral..

Kenaikan royalti membuat beban ratusan pengusaha tersebut meningkat, sehingga pengusaha akan menempuh jalan efisiensi untuk biaya produksi dan menghitung ulang biaya-biaya operasional.

“Untuk menyiasati dampak kenaikan tarif royalti atau biaya-biaya, setiap orang atau perusahaan tentu akan melakukan efisiensi,” kata Hendra kepada Bisnis, Rabu (26/3/2025).

Wacana kenaikan tarif royalti itu seiring dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Lalu, Revisi Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.

Kenaikan tarif royalti minerba akan menyasar batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah. Besaran kenaikannya diperkirakan berada dalam kisaran 1% hingga 3% dan akan bersifat fluktuatif, menyesuaikan dengan harga komoditas di pasar.

Dengan wacana kenaikan itu, Hendra mengamini ada potensi perusahaan yang akan mengurangi produksi. Apalagi, para pengusaha tambang itu sudah tertekan dengan sejumlah kebijakan pemerintah yang sudah berjalan saat ini.

Adapun kebijakan itu seperti kenaikan tarif Pajak Pertambangan Nilai (PPN) menjadi 12%, kewajiban penggunaan B40 yang harganya lebih tinggi, hingga pengenaan kewajiban retensi Dana Hasil Ekspor (DHE) sebesar 100% selama 12 bulan.

“Kemudian [akan ditambah kenaikan] royalti. Sementara biaya operasional juga tentu tiap tahun meningkat,” kata Hendra.

Karenanya, dia berharap pemerintah dapat menunda wacana kenaikan tarif royalti minerba itu. Hendra juga mengingatkan bahwa kenaikan tarif royalti berpotensi terhadap rencana investasi ke depan.

“Harapan semua pelaku usaha tentunya agar pemerintah menunda kenaikan tersebut dan membahas secara komprehensif dengan pelaku usaha,” ucap Hendra.

Wacana Minta Diabaikan

Sementara itu, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengumpulkan berbagai masukan dari penambang hingga industri pengolahan dan pemurnian atau smelter mineral terkait dengan permohonan revisi rencana aturan kenaikan tarif royalti mineral pertambangan.

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan pelaku usaha telah mengumpulkan berbagai masukan dari pihaknya yang menilai rencana kenaikan tarif royalti pertambangan amat memberatkan.

Menurutnya, tarif royalti tidak realistis dan progresif karena kenaikan tarif royalti untuk bijih nikel naik dari 10% menjadi 14% hingga 19% dan produk olahan (FeNi/NP) menjadi 5% hingga 7%. Meidy menilai wacana kenaikan itu tidak mempertimbangkan kondisi riil industri.

Dia mengatakan, kenaikan tarif royalti dengan besaran tersebut dapat menekan margin produksi dengan cukup signifikan, bahkan di bawah biaya produksi. Hal ini membuat pemegang izin usaha pertambangan (IUP) memilih berhenti beroperasi.

“Kalau penerapan royalti 14%, ada beberapa IUP yang ‘sudahlah tutup saja, daripada produksi, rugi,” kata Meidy dalam konferensi pers ‘Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan’, Senin (17/3/2025).

Terlebih, saat ini harga nikel global terus mengalami penurunan sehingga beban royalti yang meningkat justru menggerus margin usaha yang sudah tipis. Dia menilai hal ini juga berdampak pada industri smelter.

Padahal, investasi smelter yang padat modal dan risiko tinggi juga memakan biaya pembangunan mencapai US$1,5 miliar hingga Rp2 miliar per smelter, belum termasuk biaya reklamasi, PNBP, PPM, dan pajak global (Global Minimum Tax) sebesar 15%.

Meidy pun meminta kebijakan tarif royalti yang progresif, realistis, dan berkeadilan dengan mempertimbangkan formula penyesuaian tarif berdasarkan harga komoditas sehingga royalti meningkat hanya ketika harga nikel di atas level tertentu.

Kemudian, insentif fiskal untuk smelter, seperti penurunan tarif royalti bagi perusahaan yang telah berinvestasi di hilir.

“Meninjau ulang skema pajak dan iuran untuk menghindari tumpang-tindih kewajiban (PPN, PPh, PNBP, GST) dan revisi formula HPM bijih nikel untuk memperhitungkan kandungan mineral besi dan kobalt,” tuturnya.

Disahkan Sebelum Lebaran

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, draf revisi dari peraturan kenaikan tarif royalti saat ini sudah berada di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

Menurutnya, semua proses hampir selesai. Oleh karena itu, dia mengungkapkan aturan baru terkait kenaikan tarif royalti minerba itu kemungkinan terbit sebelum Idulfitri atau 31 Maret 2025.

Tri juga menyebut kenaikan tarif royalti minerba dilakukan demi mengerek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dia menargetkan PNBP di sektor minerba tembus Rp124,5 triliun tahun ini.

Target PNBP di sektor minerba senilai Rp124,5 triliun tersebut mengalami kenaikan dari target 2024 yang sebesar Rp113, 54 triliun.

“Tahun ini target Rp124,5 triliun,” ujarnya, Senin (24/3/2025).

Tri memastikan kenaikan tarif royalti tidak akan memberatkan para pengusaha. Dia mengklaim telah melakukan kajian sebelum memutuskan menaikkan royalti minerba.

Dia bahkan mengaku telah mempelajari laporan keuangan dari setiap perusahaan. Dari hasil penelaahan laporan keuangan itu, Tri meyakini perusahaan tambang masih mampu jika tarif royalti naik.

“Kami sudah melakukan perhitungan. Perhitungan itu berdasarkan pada laporan keuangan dua tahun berturut-turut dari beberapa perusahaan. Kemudian kita evaluasi. Pada saat evaluasi itu dilakukan itu tidak menunjukkan adanya potensi perusahaan itu akan mengalami collaps atau negatif cash flow-nya,” ucapnya. Editor : Leo Dwi Jatmiko

Sumber: ekonomi.bisnis.com, 27 Maret 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top