PT AMMAN Mineral Internasional Tbk (AMMN) memproyeksikan produksi logam pada 2025 lebih rendah dari tahun lalu karena perseroan beralih dari penambangan bijih segar di Fase 7 ke penambangan material batuan penutup di Fase 8.
“Kami memperkirakan produksi logam yang lebih rendah pada 2025,” kata Direktur Utama Amman Alexander Ramlie dikutip dari laporan kinerja periode 2024 perseroan, Sabtu (22/3/2025).
Akibat kondisi itu, bijih yang diproses sebagian besar akan berasal dari stockpile dan bijih segar berkadar rendah dari lingkaran luar Fase 8, yang memiliki kandungan tembaga dan emas lebih rendah daripada bijih dasar yang terletak di dasar tambang Fase 7 dan 8.
Pada 2025, Amman mengantisipasi produksi konsentrat sebesar 430.000 metrik ton kering, yang diproyeksikan mengandung 228 juta pon tembaga dan 90.000 ons emas.
“Saat kami mencapai inti bijih Fase 8 pada tahun 2026, produksi logam akan meningkat secara signifikan, diperkirakan melampaui kinerja historis,” ujar Alexander.
Sebagai bagian dari transformasi bisnis dan smelter ramp-up yang sedang berlangsung, kata dia, Amman mengambil pendekatan konservatif terhadap operasional perusahaan tahun ini.
Pada kuartal IV-2024, Amman mencadangkan sebagian dari produksi konsentrat untuk mendukung smelter ramp-up dengan menghasilkan sekitar 190.000 metrik ton kering persediaan pada akhir 2024. Akan tetapi, penjualan ditunda hingga produksi smelter meningkat.
“Kami berhasil memproduksi anoda tembaga pertama pada 12 Februari 2025, yang menandai tonggak penting lainnya dalam proyek smelter. Katoda tembaga pertama akan dihasilkan pada akhir Maret 2025,” ujarnya.
Alexander mengungkapkan panduan produksi Amman bergantung pada perkiraan bijih yang ditambang dan konsentrat yang dihasilkan. Hal ini seiring dengan tantangan dalam meningkatkan kapasitas smelter untuk memperkirakan produksi katoda tembaga dan emas batangan sepanjang tahun sulit dilakukan.
“Untuk mengatasi kemungkinan terbatasnya produksi dari smelter, kami akan secara resmi meminta kepada pemerintah untuk memberikan izin ekspor konsentrat,” ungkapnya.
Tambang Batu Hijau
Alexander memaparkan pada 2024 terdapat peningkatan signifikan pada produksi logam yang didorong oleh penambangan bijih berkadar tinggi dari puncak Fase 7.
Produksi tembaga meningkat 27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sementara produksi emas meningkat 73% atau capaian tertinggi sejak Batu Hijau mulai beroperasi pada 2000.
Dia memerinci bahwa produksi konsentrat pada 2024 naik 39% menjadi 755.083 metrik ton kering dibandingkan dengan 2023. Volume material yang ditambang naik 2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terutama karena gangguan yang minim serta didukung oleh faktor cuaca.
“Kondisi tersebut menghasilkan rekor tertinggi pencapaian produktivitas pertambangan dan volume material yang diangkut dalam sejarah Batu Hijau,” tutur Alexander.
Selain itu, biaya penambangan per unit tetap stabil dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun terdapat tantangan berupa jarak angkut truk yang lebih jauh serta tekanan inflasi pada peralatan dan tenaga kerja.
“Efisiensi operasional dan peningkatan volume material yang ditambang menjadi faktor utama dalam mengimbangi tekanan inflasi tersebut.” (mfd/wdh)
Sumber: bloombergtechnoz.com, 22 Maret 2025