Perang Dagang AS-China: RI Bisa Cuan dari Nikel, Tembaga, Timah

INDONESIA berpeluang mendapatkan keuntungan dari potensi kenaikan lebih lanjut terhadap harga nikel, tembaga, dan timah; sebagai imbas dari memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Vice President, Head of Marketing, Strategy and Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi mengatakan ketiga mineral logam andalan Indonesia tersebut masih memiliki peluang cerah di tengah situasi perang tarif dua raksasa ekonomi global, meski prospek itu juga akan tergantung pada kebijakan pemerintah.

Untuk nikel, sebutnya, kondisi pasar sebenarnya masih akan dihantui oleh risiko oversupply dari Indonesia yang berpotensi membebani harga komoditas logam bahan baku baja nirkarat dan baterai kendaraan listrik itu.

Akan tetapi, situasi itu bisa berubah jika Indonesia jadi melancarkan rencana pengurangan produksi bijih tahun ini. Notabene, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi bijih nikel 2025 sebanyak 220 juta ton, lebih rendah dari target yang dicanangkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 240 juta ton.

“Nikel, kenaikan produksi 49% oleh Indonesia menekan harga sepanjang 2024. Jika tahun ini pemerintah melakukan pemangkasan produksi, maka potensi keseimbangan pasar dapat meningkat,” ujarnya, Sabtu (8/2/2025). 

Dalam hal tembaga, Audi menilai proyek smelter Tongling Nonferrous dan Chifeng Jintong akan mendorong impor konsentrat tembaga China naik 5,6% dibandingkan dengan 2024. “Hal ini masih akan menjadi angin segar untuk Indonesia,” tuturnya.

Dia juga menilai timah masih berada di tren positif dengan tren impor dari China tercatat tumbuh 55% secara bulanan pada Oktober 2024.

“Kami melihat ada potensi penguatan [harga] mineral pada 2025 dengan paket stimulus China yang juga mencakup proyek infrastruktur dan pengembangan teknologi hijau,” ujarnya.

Kondisi tersebut lanjut Audi sebenarnya sudah pernah terjadi saat perang dagang AS-China ‘Jilid I’ pada periode pertama pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Berkaca pada data kenaikan tarif China pada saat itu, Audi mengatakan justru terjadi peralihan permintaan untuk mineral ke beberapa negara lain seperti Vietnam, Indonesia, dan Afrika.

Meski demikian, dari sisi harga, memang terjadi kenaikan pada mineral pada periode pertama Trump atau Januari 2017—Desember 2021. Saat itu, nikel naik 100% ke level US$20.000 per ton dan tembaga 76% ke level US$9.700/ton.

Nikel dilego di US$15.756/ton di London Metal Exchange (LME) pada penutupan Jumat (7/2/2025), turun 0,35% dari hari sebelumnya. Sementara itu, tembaga dan timah diperdagangkan di US$9.407,50/ton dan US$31.109/ton, masing-masing menguat 1,41% dan 0,35% secara harian.

Awal yang Sulit

Pasar logam dasar mengalami awal tahun yang sulit, dihantam oleh kekhawatiran perang dagang, serta kekhawatiran tentang permintaan yang lesu di China selaku konsumen utama.

Pada saat perang dagang yang berkepanjangan dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi di ekonomi terbesar di Asia, ada juga spekulasi bahwa Beijing akan meningkatkan upaya stimulus, yang mungkin berdampak positif bagi konsumsi logam.

Tembaga menjadi salah satu logam yang mempertahankan kenaikan paling kuat pekan ini di LME lantaran investor mempertimbangkan dampak perang dagang AS-China.

Beijing memberlakukan tarif balasan pada sejumlah produk AS pada Selasa pekan ini dan mengumumkan penyelidikan terhadap Google, beberapa saat setelah Trump mengenakan pungutan 10% pada impor China.

China memberlakukan kontrol ekspor pada sejumlah logam khusus — terutama tungsten — sebagai bentuk lebih lanjut dari dominasinya dalam mineral penting. (wdh)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 8 Februari 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top