Perhapi Ungkap Beban Industri Tambang di Tengah Implementasi Biodiesel B40

Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengungkap terdapat dua permasalahan utama dari penerapan bahan bakar nabati berbasis minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) atau biodiesel kepada industri pertambangan.

“Dari biodiesel B20, B30, B40, ada 2 hal utama yg menjadi permasalahannya, yaitu kualitas bahan bakar dan harga,” ungkap Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy kepada Kontan, Rabu (13/08/2025).

Menurut Sudirman, kualitas biosolar secara sepesifikasi berbeda BBM fosil murni, sehingga penggunaan biosolar akan berdampak negatif kepada mesin alat berat penambangan. Hal ini makin terasa disaat komponen minyak nabatinya (FAME) ditingkatkan menjadi 40% alias B40.

“Biosolar terlebih B40 tidak bisa disimpan terlalu lama karena memiliki sifat menyerap air disekitarnya atau bersifat higroskopis dan mudah teroksidasi,” jelas Sudirman.

Ia juga menyebut, bahwa tidak semua peralatan tambang yang dipakai oleh industri pertambangan Indonesia  dirancang untuk dapat mengkonsumsi biosolar.

“Sehingga jika alat berat menggunakan biosolar B40 maka garansi peralatan tersebut dari pabrik akan gugur atau tidak berlaku dan ini sangat merugikan pelaku usaha,” katanya.

Permasalahan lain adalah harga B40 yang menjadi sangat mahal dibandingkan harga BBM fosil. Hal ini terjadi karena harga CPO yg merupakan bahan pembuat Fatty Acid Methyl Ester (FAME) saat ini harganya jauh diatas harga minyak mentah atau minyak solar dunia.

“Ditambah lagi subsidi atau insentif FAME dari BPDPKS untuk sektor non PSO dicabut, termasuk juga subsidi jarak angkut FAME,” ungkapnya.

Hal ini dirasakan cukup berat bagi industri tambang yg berlokasi di Indonesia bagian timur seperti misalnya di Sulawesi, Maluku, dan Papua.

“Mereka harus membayar harga biodiesel B40 jauh lebih mahal daripada pelaku industri tambang di Sumatera dan Kalimantan karena adanya perbedaan jarak angkut dari kebun sawit dan pabrik FAME yang mayoritas berada di Sumatera dan Kalimantan,” jelas Sudirman.

Sebagai informasi, bahan bakar merupakan komponen terbesar dari kegiatan penambangan, sekitar 25-35% biaya penambangan dialokasikan untuk sektor ini.

Lebih lanjut, dia bilang pemerintah perlu mereview dan meninjau kembali kebijakan mandatori biodiesel B40 dan B50 yang ditarget tahun depan.

“Perhapi bersama asosiasi-asosiasi minerba lain seperti IMA, APBI, ASPINDO, saat ini sedang mengirimkan surat kepada Menteri ESDM terkait isu B40 ini,” tutupnya.

Sumber:

– 13/08/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, 14 Agustus 2025

baca selengkapnya

MIND ID Catat Kinerja Positif Semester I/2025, Hilirisasi Tetap Jadi Prioritas

baca selengkapnya

Naik 12%, Produksi Batu Bara ITMG 10,4 Juta Ton di Semester I 2025

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top