Prabowo Soroti Logam Tanah Jarang, PT Timah Siapkan Pasokan Sesuai Standar

PT Timah (Persero) Tbk (TINS) akan menindaklanjuti permintaan Presiden Prabowo Subianto yang ingin pengembangan mineral Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) digencarkan.

LTJ terkandung dalam salah satu mineral ikutan timah, yakni monasit, yang terdiri dari 15 unsur dengan unsur dominan Cerium, Lantanum, Neodymium dan Praseodimium. LTJ juga mengandung Thorium yang dapat diolah menjadi sumber energi nuklir.

Direktur Pengembangan Usaha PT Timah, Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara, menjelaskan perusahaan tengah melakukan transformasi pengembangan usaha terkait dengan pengolahan mineral ikutan, tidak terkecuali LTJ.

“Pengembangan usaha ini akan berbasis pada riset, seperti REE atau logam tanah jarang, orientasi kita juga ke sana. Saat ini Timah memang fokus kepada pertambangan timah, tapi sebenarnya mineral ikutannya belum dioptimasi untuk diproduksi,” jelasnya saat berbincang bersama media di Pangkalpinang, Provinsi Bangka, Sabtu (23/8).

Hal ini menyusul arahan langsung dari Prabowo kepada direksi PT Timah pada agenda rapat terbatas dengan menteri-menteri di Hambalang, Selasa (19/8) lalu. Prabowo meminta agar Indonesia fokus mengolah LTJ yang bersumber dari timah.

“Salah satu yang dibahas adalah bagaimana ke depannya Indonesia ini fokus untuk pengolahan REE dan itu sumbernya ada di timah, monasit,” imbuh Suhendra.

Suhendra menuturkan, para pimpinan negara ingin PT Timah segera merilis proyek terkait LTJ. Adapun perusahaan saat ini tengah mengembangkan Pilot Plant LTJ di Tanjung Ular, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Saat ini, perusahaan tengah membuka potensi kerja sama dengan pihak swasta maupun ahli sebagai konsultan di Pilot Project LTJ tersebut, termasuk dari sisi teknologi dan pengembangan industri lanjutannya.

“Sudah ada arahan dari stakeholder, petinggi negara juga, kalau bisa secepatnya, dan ini dalam tahapan persiapan dari sisi regulasi juga, kita ingin ada dasar dalam melakukan langkah ini, dan pola-pola atau skenario kerja sama seperti apa,” tutur Suhendra.

Kendati demikian, Suhendra menyebutkan PT Timah masih menemui kendala dalam pemenuhan pasokan LTJ sesuai spesifikasi. Sebab masalahnya bukan dari sisi kuantitas, tetapi kualitas.

“Dari kuantitas bisa terpenuhi misalnya 50 kg untuk produksinya per hari, tapi dari sisi tadi speknya terpenuhi apa tidak, ini yang menurut laporan jajaran di bawah saya masih belum. Saya ingin agar persyaratan-persyaratan dari REE dari monosit ini terpenuhi,” ungkap Suhendra.

Masalah teknologi dan lamanya riset spesifikasi LTJ inilah yang membuat Pilot Project Tanjung Ular terkatung-katung selama lebih dari satu dekade. Perusahaan sendiri telah memulai proyek percobaan ini sejak tahun 2010 silam.

Menurut Suhendra, ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi oleh perusahaan dari sisi spesifikasi pasokan LTJ, salah satunya dari kandungan fosfat yang merupakan senyawa utama yang mengikat unsur tanah jarang di monasit.

“Ada persyaratan kalau tidak salah itu di 50 ppm (parts per million) terhadap kandungan dari fosfat itu, sementara yang dilakukan oleh PT Timah masih di atas itu, jadi tidak memenuhi syarat,” jelasnya.

Terlepas dari masalah spesifikasi, Suhendra meyakinkan bahwa deposit monasit tetap berlimpah, selama pertambangan timah masih berlangsung di Indonesia, baik itu yang ditemukan dalam bentuk endapan primer maupun sekunder atau aluvial.

Tingginya Permintaan LTJ

Suhendra juga menjelaskan, PT Timah melihat bahwa LTJ merupakan komoditas primadona di dunia. Bahkan, melunaknya perang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa terjadi karena LTJ.

“China itu pengendali pengendali produksi REE di dunia, artinya ketergantungan Amerika terhadap supply dari REE, dari China itu sangat besar,” ujarnya.

Dia melihat kesempatan besar bagi PT Timah, sebagai perusahaan pertambangan timah yang memiliki potensi cadangan monasit sekitar 25.700 ton di wilayah Bangka Belitung.

“Kita melihat ada opportunity di situ, kita punya raw material yang bisa dikatakan cukup banyak juga, di sinilah opportunity yang dilihat oleh pemerintah khususnya Pak Presiden. Kita punya semua kenapa kita tidak kelola dan produksi,” tegas Suhendra.

Sebelumnya, Prabowo mulai menyoroti pentingnya LTJ, bahkan dia sampaikan dalam Pidato Kenegaraan RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8) lalu.

“Alhamdulillah yang maha kuasa telah memberi karunia kepada kita, kita memiliki Mineral-mineral yang disebut tanah jarang, rare earth, kita punya semua rare earth di dunia kita miliki,” kata Prabowo.

Menurut Prabowo, LTJ penting bagi pengembangan teknologi hingga pertahanan. Hanya saja, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. “Ini vital untuk kebutuhan teknologi tinggi untuk kehidupan modern dan untuk pertahanan modern,” imbuhnya.

Sumber:

– 25/08/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, Senin, 25 Agustus 2025

baca selengkapnya

ESDM Rilis Aturan Baru Harga Patokan Mineral-Batu Bara & Perhitungan Royalti

baca selengkapnya

Cadangan Aluvial Susut 2029, TINS Pacu Pertambangan Timah Primer

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top