Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan mengenakan tarif bea keluar untuk komoditas batu bara pada 2026 untuk mendukung hilirisasi dalam negeri. Saat ini, kata dia, pembahasan masih terus dibicarakan oleh pemerintah.
“Sedang dibicarakan, mungkin tahun depan,” ujar Purbaya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Purbaya mengaku tidak mempermasalahkan dengan adanya penolakan dari kalangan pengusaha batu bara soal rencana tersebut.
Dia menilai saat ini keuntungan yang diperoleh pemerintah dari hasil ekspor batu bara lewat royalti terbilang masih kecil dibandingkan skema gross split yang diterapkan oleh komoditas minyak dan gas (migas)
“Sebagian dari kita melihat dibandingkan komoditas lain seperti minyak, batu bara itu lebih sedikit [royalti yang diperoleh pemerintah]. Kalau minyak kan 85:15, batu bara lebih kecil dari itu,” tutur dia.
Dia juga memastikan rencana tersebut tidak serta-merta akan memengaruhi harga batu bara di dalam negeri. “Nggak [terpengaruh]. Hanya untung mereka saja nanti yang lebih sedikit. Kalau dia naikin harga, ya nggak laku [nanti],” sambungnya menegaskan.
Wacana pengenaan tarif terhadap batu bara tersebut sebelumnya kembali mencuat belakangan ini, bersamaan dengan rencana pengenaan bea keluar emas pada 2026.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan sejumlah aspek dan pertimbangan dalam rencana tersebut.
Pertama, adalah lantaran Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar ketiga di dunia. Namun, sebagian besar masih diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai tambah rendah.
Kemudian, sejak 2022, harga batu bara acuan (HBA) menunjukkan tren menurun hingga saat ini. Prospek kuartal terakhir 2025 diperkirakan berada di US$77,8/ton, sehingga rata-rata harga sepanjang tahun ini sebesar US$98/ton.
Pertimbangan selanjutnya adalah guna mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi. Hal lainnya adalah mempertimbangkan usulan dari Kementerian teknis, dalam hal ini ESDM untuk rencana pengenaan bea keluar emas hitam tersebut.
“[Rencana] tarif bea keluar ini akan menjadi konsisten untuk mendukung hilirisasi dan aktivitas perekonomian yang lebih banyak di Indonesia,” ujar Febrio dalam rapat bersama Komisi XI DPR, belum lama ini.
“Batu bara ini merupakan kalau dari sisi SDA [Sumber Daya Alam], ini salah satu sumber penerimaan pajak dan juga PNBP terbesar untuk perekonomian kita.”
Hanya saja, Febrio mengatakan, otoritas fiskal saat ini masih belum mengungkapkan waktu rencana itu akan diterapkan. Saat ini, pembahasan pengenaan besaran tarif masih dibahas bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Di sisi lain, Purbaya memperkirakan kebijakan baru berupa penerapan bea keluar ekspor komoditas emas dan batu bara berpotensi meningkatkan penerimaan negara sekitar Rp2 triliun hingga Rp6 triliun.
Bendahara Negara menjelaskan rencana pemerintah menetapkan bea keluar terhadap komoditas emas dan batu bara tak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mengetahui seberapa besar volume dan nilai ekspor emas yang dilakukan oleh Indonesia.
“Jadi kita lihat nanti ada potensi income (pendapatan) apa yang bisa kita dapat dari pertambangan itu. Saya tidak estimasi, pokoknya triliunan lah. Rp2 triliun sampai Rp6 triliun lah,” sebut Purbaya usai menghadiri Peluncuran Bloomberg Businessweek Indonesia di Jakarta, Kamis (20/11/2025) lalu. (ibn/ain)
