Ratas Royalti Tambang, Bahlil: Saat Harga Turun, Pajak Juga Tidak Boleh Besar

PRESIDEN Prabowo Subaianto bersama sejumlah menteri dalam Kabinet Merah Putih menggelar rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025). Rapat kali ini membahas optimalisasi sekaligus upaya meningkatkan pendapatan negara, yang salah satunya terkait penyesuaian royalti tambang di sektor mineral dan batu-bara.

Usai rapat tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, rapat membahas optimalisasi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) berupa royalti yang bisa dihimpun dari sektor mineral dan batu bara.

“Tadi kita melakukan pembahasan untuk melakukan exercise beberapa sumber-sumber pendapatan negara baru, khususnya peningkatan royalti di sektor emas, nikel, dan beberapa komoditas lain, termasuk di dalamnya adalah batu bara,” ungkap Bahlil, dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden.

Selain sejumlah komditas itu, pemerintah juga mempertimbangan untuk menggali beberapa produk turunan lain di sektor mineral yang selama ini belum menjadi bagian dari pendapatan negara. Ini juga jadi bagian dari menunjang program hilirisasi.

Dia menjelaskan, kenaikan royalti akan bervariatif sesuai jenis komoditas mulai dari 1% sampai dengan 3%. Bahlil juga menegaskan langkah pemerintah mengerek royalti itu akan disesuaikan dengan perkembangan harga komoditas, dengan turut mempertimbangkan kelangsungan usaha tambang.

“Kalau harganya naik, kita naikkan kepada yang paling tinggi. Tapi kalau harganya lagi turun, kita juga tidak boleh mengenakan pajak yang besar kepada pengusaha. Karena kita butuh pengusaha juga (untuk) berkembang,” beber Bahlil.

Menteri ESDM menuturkan bahwa kenaikan royalti untuk nikel, emas, hingga batu bara ini menjadi bagian untuk mengoptimalisasi pendapatan negara dengan memperhatikan asas keadilan saat harga komoditas naik. Selain berkah untuk para pengusaha tambang, negara sudah seharusnya mendapat manfaat atas kenaikan harga suatu komoditas.

“Karena apa? Karena kita tahu sekarang harga nikel sekarang bagus, harga emas bagus, gak fair dong kalau kemudian harganya naik, negara tidak mendapatkan pendapatan tambahan. Jadi ini dalam rangka menjaga keseimbangan saja,” jelas Bahlil.

Royalti Freeport hingga Klaim ESDM

Bahlil secara khusus juga menyinggung pemberlakuan royalti terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI) yang belakangan disebut-sebut akan tetap atau bahkan turun, mengingat Freeport mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Namun, dia menegaskan bahwa penyesuaian royalti juga tetap dikenakan kepada Freeport.

“Sesuai aturan, kita akan kenakan pajak yang paling tinggi. Kena dong, masa gak kena, kena dong,” ucap Bahlil.

Penyesuaian royalti merupakan usulan dari Kementerian ESDM dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Selain itu juga Revisi PP No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

Artinya, besaran royalti kembali direvisi kendati aturan baru berusia sekitar dua tahun. Rancangan PP kini disebut-sebut sudah berada di meja Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). RPP yang akan segera rampung juga dikonfirmasi oleh Menteri ESDM.

“Sudah hampir final, dikit lagi,” imbuh Bahlil.

Berdasarkan catatan Investor Daily, PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara terus melampaui target dalam lima tahun terakhir. Realisasi PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara 2024 mencapai Rp 142,88 triliun atau sekitar 125,84% dibandingkan target sebesar Rp 113,54 triliun.

Bahkan, PNBP tahun lalu sebenarnya sudah melampaui target sejak November lalu. Hanya saja, perolehan penerimaan negara 2024 itu lebih rendah 20,91% dibandingkan PNBP 2023 sebesar Rp 172,96 triliun. Melemahnya harga batu bara menjadi faktor berkurangnya pundi-pundi pendapatan negara dari sektor ini pada tahun lalu.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menegaskan revisi royalti tambang merupakan hasil dari kajian mendalam. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan kajian yang dilakukan pihaknya dengan memproyeksi dampak penyesuaian royalti terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ia pun meminta pelaku usaha menyampaikan masukan yang komprehensif terkait penyesuaian royalti.

“Masukannya itu masih gak komprehensif. Artinya begini, penambang bilang akan rugi. Angka ruginya sebelah mana? Kami dari pemerintah kan melihat laporan keuangan, tidak 1–2 perusahaan saja, minimal 10 perusahaan untuk masing-masing klaster,” kata Tri di Jakarta, Rabu (19/3/2025), seperti dikutip dari Antara. Editor: Prisma Ardianto

Sumber: investor.id, 20 Maret 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top