RI Dinilai Gagal Ambil Peluang Tarif Trump Gegara Royalti Minerba

RENCANA penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) dinilai akan membuat industri pertambangan Indonesia sulit mengambil peluang dari momentum perang tarif yang digaungkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Dalam kaitan itu, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan Indonesia semestinya bisa memanfaatkan peluang ketika sektor pertambangan tidak dikenakan tarif respirokal sebesar 32% oleh Trump.

“Dunia sedang membutuhkan mineral kritis yang tidak terkena tarif AS, sehingga kita bisa memanfaatkan perang tarif ini untuk menarik investasi masuk ke Indonesia,” kata Hendra saat dihubungi, Kamis (10/4/2025). 

Sayangnya, rencana kenaikan royalti minerba justru menjadi sentimen negatif bagi industri pertambangan nasional.

Tarif royalti progresif yang diwacanakan pemerintah dinilai bakal mengerek beban investasi dan operasional tambang di Tanah Air.

Apalagi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mensinyalir tarif royalti baru tersebut akan berlaku efektif pekan kedua April 2025 alias pekan depan.

“Dengan adanya kenaikan tarif ini kan jadinya membuat sentimen yang negatif buat investor. Jadi kita enggak manfaatkan momentum gitu loh,” ujarnya.

Adapun, mineral kritis merupakan logam atau nonlogam yang memiliki fungsi ekonomi penting, tidak dapat disubstitusikan, tetapi menghadapi risiko pasokan (supply risk) yang tinggi. Komoditas ini juga biasa disebut jenis mineral yang sangat diperlukan bagi teknologi energi hijau.

Hendra menggarisbawahi seharusnya pemerintah dapat menunda aturan penyesuaian tarif royalti bagi sektor minerba saat pasar komoditas logam bergerak volatil akibat tarif AS saat ini. 

Dia beralasan sebagian besar investor belakangan tengah berhitung ulang menyusul tarif AS tersebut.  

“Justru ini momentum yang tepat untuk kita deregulasi. Tunda dahulu aturan tarif royalti,” ujar Hendra. 

Selain itu, dia menggarisbawahi, kenaikan royalti bakal menambah beban bagi penambang. Apalagi, sebagian besar harga komoditas mineral dan batu bara belakangan bergerak minus. 

“Setiap kenaikan 1%, 2% itu pasti akan memberatkan apalagi kondisi harga lagi turun. Jadi harapan kita sih ya ditunda,” ucapnya. 

Mengacu pada laman resmi The White House, terdapat beberapa kategori produk yang mendapatkan pengecualian dari kebijakan tarif Trump di antaranya produk tembaga, farmasi, semikonduktor, beberapa jenis produk kayu, emas batangan, mineral penting tertentu, energi dan produk energi. 

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan penyesuaian tarif royalti minerba bakal berlaku efektif pekan kedua April alias pekan depan. 

Kementerian ESDM pun akan menerbitkan Keputusan Menteri untuk daftar tarif royalti baru, yang mayoritas direncanakan mengalami kenaikan tersebut.

Oh sudah [rampung] dan dalam waktu dekat sudah berlaku efektif. Minggu kedua bulan ini sudah berlaku efektif, kan sudah tersosialisasikan,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).

Bahlil menuturkan dalam aturan tersebut nantinya terdapat rentang persentase yang akan diberlakukan.

Ketika harga komoditas minerba yang bersangkutan naik, tarif royaltinya pun akan naik karena bersifat progresif. 

“Itu ada range-nya. Kalau harganya nikel atau emas naik, ada range [besaran royalti] tertentu. Namun, kalau tidak naik, itu [tarif royalti] tidak juga naik,” kata Bahlil. (mfd/naw)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 10 April 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top