PT Freeport Indonesia (PTFI) dirundung beberapa insiden kahar yang mengakibatkan penurunan kinerja produksi.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan, volume penjualan logam tembaga diproyeksi hanya mencapai 537.000 ton tahun ini atau hanya sekitar 70% dari rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) sebanyak 770.000 ton.
“Sampai dengan saat ini sudah sekitar 470.000 ton yang kita produksi,” kata Tony dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR RI, Senin (24/11/2025).
Tony menerangkan bahwa turunnya kinerja produksi PTFI dipicu dua insiden besar yang membuat operasional tambang dan smelter berhenti. Alhasil, target produksi mineral PTFI jauh dari target awal.
Kebakaran Smelter Gresik
Peristiwa kebakaran itu terjadi pada Oktober 2024 dan menyebabkan operasional smelter Freeport dihentikan sementara. Kebakaran terjadi di pabrik asam sulfat, yang merupakan area vital untuk proses peleburan tembaga.
Dalam hasil investigasi Kementerian ESDM, Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Tri Winarno mengungkapkan, dampak dari kejadian itu membuat seluruh komponen material WESP mengalami kerusakan berat dan tidak dapat dioperasikan.
Menurut hasil pengumpulan fakta, kata Tri, terdapat saksi langsung dan tidak langsung serta keterangan mendukung adanya kejadian tersebut.
“Dan fakta lain, di mana terdapat indikasi adanya hotspot dan gangguan teknis pada alat sebelum pemadaman terjadi,” ucap Tri dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025).
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengungkapkan estimasi biaya kerusakan dari terbakarnya fasilitas pada smelter baru Freeport di Gresik, Jawa Timur mencapai US$130 juta atau setara Rp2,12 triliun (asumsi kurs Rp16.368 per dolar AS).
Hal itu dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025). Tony mengatakan, seluruh biaya kerusakan smelter Freeport ditanggung pihak asuransi.
“Sepenuhnya ditanggung pihak asuransi dan surat asuransi sudah diterbitkan Desember [2024] lalu sudah kami sampaikan ke pemerintah melalui Kementerian ESDM,” ucap Tony.
Adapun, kebakaran smelter yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated and Industrial Port Estate atau KEK JIIPE, Manyar, Gresik, Jawa Timur terjadi pada Oktober 2024.
Lebih terperinci, Tony mengatakan, kebakaran terjadi pada fasilitas Common Gas Cleaning Plant (CGCP) dan mengakibatkan kerusakan parah di West Electro-Static Precipitation vessels, ducting, valves, instalasi kelistrikan, dan instrumentasi.
Dia menyebut, dari 3.500 item, 30% rusak dan perlu diganti. Sementara itu, 70% sisanya dapat diperbaiki atau digunakan kembali.
Smelter Longsor
Tak hanya itu, PTFI juga menghadapi insiden yang lebih fatal pada September 2025, di mana terjadi luncuran material basah di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave. Hingga saat ini, area tambang yang memiliki kapasitas produksi 150.000 ton bijih per hari itu masih ditutup atau tidak berproduksi.
Dalam hal ini, PTFI mengandalkan dua tambang lainnya di Papua Tengah yaitu tambang DMLZ dan Big Gosan dengan kapasitas produksi yang hanya mencapai 70.000 ton bijih per hari.
Pencarian korban insiden luncuran material basah atau longsor di Tambang Bawah Tanah Grasberg Block Caveselama Freeport selama 27 hari membuahkan hasil.
Tim Penyelamat PT Freeport Indonesia (PTFI) bersama Kementerian ESDM, Polres Mimika, Basarnas, dan BPBD, pada Minggu, 5 Oktober 2025, menemukan dan mengevakuasi lima rekan kerja dari lokasi. Kelima rekan kerja tersebut ditemukan dalam keadaan telah meninggal dunia.
“Dengan penemuan ini, seluruh 7 rekan kerja kami yang terdampak insiden pada 8 September 2025 telah ditemukan dan proses penyelamatan dinyatakan selesai,” ujar pihak Freeport dalam keterangan resmi, Senin (6/10/2025).
Harga Tembaga Melonjak
Meskipun produksi turun drastis, pendapatan Freeport diproyeksi tidak jatuh sedalam yang diperkirakan. Sebab, insiden tersebut juga memicu lonjakan harga konsentrat tembaga.
Alhasil, penerimaan negara diproyeksi mampu mencapai US$4,1 miliar atau Rp68,45 triliun (asumsi kurs Rp16.695 per US4$) atau 117% dari target, seiring dengan lonjakan harga tembaga.
“Jadi karena dalam RKAB mengenai penjualan kita, di RKAB proyeksi harga tembaga adalah US$3,75 per ton. Sementara realisasi sampai dengan saat ini, harga tembaga yang ada sudah naik tinggi yaitu US$4,46 per ton sehingga proyeksi pencapaian penjualan tembaga itu walaupun produksinya turun tapi pendapatannya naik, [harga tembaga] 19% lebih tinggi daripada rencana,” jelas Tony.
Tak hanya tembaga, produksi logam emas Freeport juga diperkirakan hanya mencapai 33 ton atau 50% dari RKAB 2025 sebesar 67 ton. Namun, harga emas melonjak dari US$1.900 per ounce menjadi US$3.426 per ounce.
Secara keseluruhan, dari target pendapatan perusahaan US$10,4 miliar, Freeport memperkirakan realisasi 2025 berada di kisaran US$8,5 miliar atau hanya turun 18%. Namun, penerimaan negara diperkirakan mencapai 117% dari RKAB 2025.
“Untuk penerimaan negara dalam proyeksi RKAB kami tahun 2025 penerimaan negara direncanakan hanya US$3,7 miliar dolar. Namun, dengan proyeksi dengan harga emas dan tembaga yang meningkat, proyeksi pendapatan negara sampai akhir tahun 2025 ini bisa US$4,1 miliar,” pungkasnya. Editor : Aprianus Doni Tolok
