Menjadi negara dengan sumber potensi nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki peranan penting memasok kebutuhan nikel dunia sebagai salah satu komponenen baterai yang meningkat kebutuhannya seiring dengan percepatan transformasi kendaraan konvensional ke listrik. Asal tahu saja, cadangan nikel Indonesia mencapai 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.
Sementara sumber daya nikel mencapai 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam. Ini menjadikan Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, setara dengan 23% dari total cadangan global. Jika berbicara mengenai persebaran nikel yang ada di Indonesia, berdasarkan penelitiannya persebarannya tidak merata. Sebagian besar cadangan nikel berada di wilayah timur Indonesia, termsuk tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan milik PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Kegiatan eksplorasi pertambangan, termasuk tambang nikel selalu menyisakan masalah akan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Tengok saja, Provinsi Maluku Utara yang terdapat beberapa perusahaan tambang nikel telah menyebabkan kerusakan dan pencemaran laut yang tak terhindarkan.
Pengamat menilai masalah lingkungan di kawasan tambang, baik nikel maupun lainnya masih menjadi pekerjaan rumah di dalam negeri.“Kita belum punya rekam jejak penambangan berkelanjutan. Ditambah lagi aspek penegakan hukum kita lemah terkait dengan lingkungan,” kata Novita Indri, juru kampanye Trend Asia.
Dibalik potensi industri tambang yang mendukung perekonomian negara secara signifikan masih menghadapkan tantangan soal limbah yang belum ditangani serius. Bila ini tidak ditangani, Indonesia dapat menghadapi risiko yang lebih besar. Pasalnya, ada banyak sekali daerah di Indonesia yang menjadi daerah tambang. Beragam jenis mineral pun ada di Indonesia, mulai dari timah, tembaga, nikel, bahkan emas sekalipun ada. Tambang yang aktif beroperasi pun masih banyak jumlahnya.
Oleh karena itu, transisi menuju pertambangan hijau atau Green mining bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Ya, konsep “Green Mining” atau pertambangan ramah lingkungan dinilai menjadi solusi untuk menyeimbangkan kebutuhan eksploitasi sumber daya alam dengan kelestarian lingkungan, serta pengembangan pertambangan berkelanjutan. Dimana prinsip green mining mengedepankan teknologi yang ramah lingkungan dalam mengelola limbah, pemulihan lahan bekas tambang, dan pengurangan emisi karbon dalam proses pengolahan.
Begitu besar dampaknya praktek green mining di industri pertambangan, mendorong Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mendukung konsep green mining dengan mendorong hilirisasi industri yang ramah lingkungan untuk menghasilkan produk bernilai tambah yang dapat diterima pasar internasional. “Konsep ini merupakan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya mineral dan sekaligus memastikan keselamatan kerja dan keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan pertambangan di Indonesia,”ujarnya.
Disampaikan Bahlil, pertambangan sejatinya tidak boleh menjadi kutukan bagi lingkungan dan masyarakat. Maka praktek green mining membuktikan bahwa pertambangan bisa memberikan manfaat tanpa meninggalkan mudharat. Di dalam konsep green mining memberikan pedoman bagi sektor pertambangan bahwa pembangunan berkelanjutan masa depan harus tercapai dan green mining membantu untuk mengatur operasional secara sedemikian rupa sehingga aman, tidak menimbulkan bahaya bagi penduduk lokal dan lingkungan.
Salah satu fungsi utama green mining juga yakni membantu memulihkan area pertambangan agar memberikan manfaat berkelanjutan khususnya untuk pemanfaatan penggunaan lahan lainnya. Langkah inilah yang telah dilakukan Vale Indonesia yang merupakan bagian dari MIND ID.
Dengan total luas area tambang mencapai 70.566 hektar (ha), Sorowako menjadi lokasi pertambangan yang menawan, bersih, ramah lingkungan dan jauh dari kata kotor. Selain itu, perseroan juga memiliki dua lokasi tambang lainnya yang sudah mendapatkan izin pengelolaan yakni di blok Pomalaa dengan luas 24.752 ha dan Bahadopi 22.699 ha.
Saat ini perseroan telah mereklamasi 3.819 hektare (ha) lahan bekas tambang nikel di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Penghijauan kembali lahan bekas tambang tersebut mencapai 65% dari total bukaan lahan tambang seluas 5.969 ha.“Per April 2025, kami sudah melakukan reklamasi di lahan seluas 3.800-an ha, dengan rasio antara bukaan tambang dan reklamasi sekitar 65%. Jadi ini sudah di atas 50%,” kata Engineer di bidang reklamasi PT Vale Indonesia, Nismayani.
Dirinya menegaskan, reklamasi dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Vale Indonesia terhadap keberlanjutan lingkungan, dan komitmen kuat untuk mempertahankan praktik penambangan hijau. Selain itu, lanjutnya,reklamasi bukan hanya sekadar menanam. Tapi melibatkan banyak tahapan hingga membentuk ekosistem vegetasi ke kondisi alaminya.
Berikan Dampak Nyata
Kata Presiden Direktur INCO, Bernardus Irmanto, pihaknya berperan sebagai mitra strategis pemerintah yang mampu menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan secara nyata.”Kami memahami bahwa mewujudkan pertambangan yang berkelanjutan bukanlah tugas yang sederhana. Namun kami percaya, ini adalah tanggung jawab yang tak bisa ditunda. Kami tidak mengklaim telah sempurna, namun kami terus berupaya belajar, berbenah, dan melangkah maju agar kehadiran kami memberikan nilai nyata bagi masyarakat, lingkungan, dan negara,” ungkapnya.
Irmanto menyebut, komitmen tersebut dilakukan melalui sejumlah upaya, di antaranya, rehabilitasi area di dalam dan di luar wilayah konsesi yang mencapai luasan 3x lipat area yang telah di buka Vale untuk kegiatan pertambangan. Sampai akhir 2024, 3.791 Ha dalam konsesi dan 17.264 Ha di luar konsesi telah ditanam masing-masing lebih dari 5 juta dan 12 juta pohon yang tersebar di 32 kabupaten pada 5 provinsi.
Lebih dari 40% pohon yang ditanam adalah pohon lokal dan endemik termasuk 80 ribu pohon ebony di area Luwu Timur. Praktek reklamasi pascatambang secara progresif untuk meminimalkan luasan bukaan dan mengurangi resiko erosi dan sedimentasi. Lebih dari 60% lahan yang dibuka untuk pertambangan telah direklamasi.
Dalam pelaksanaan reklamasi, Vale menggunakan pendekatan ekosistemik, termasuk melakukan konservasi spesies tanaman untuk menjaga keanekaragaman hayati baik di lokasi tambang maupun di luar lokasi tambang. Kegiatan reklamasi ini didukung dengan adanya fasilitas Nursery modern dengan kapasitas produksi 700 ribu bibit per tahun.
Engineer di bidang reklamasi PT Vale Indonesia, Nismayani mengatakan, reklamasi dimulai dari penataan lahan, penimbunan bekas lubang tambang, pembentukan kontur, hingga revegetasi. Tahap pertama reklamasi akan dimulai saat area tambang sudah tidak lagi digunakan. Lokasi tersebut ditimbun menggunakan material tanah yang tidak mengandung unsur ekonomi, lalu dibentuk ulang kontur lerengnya agar stabil dan aman untuk ditanami.
Setelah itu, dilakukan pengendalian erosi melalui pembangunan saluran drainase menggunakan kombinasi batu dan geomate, material sintetis berwarna hijau yang berfungsi memperindah tampilan lanskap. Tahapan berikutnya, dilakukan penghamparan tanah pucuk (topsoil), yaitu tanah lapisan atas yang disimpan sejak awal proses tambang. Tanah ini diperkaya dengan kompos organik hasil pengolahan PT Vale yang bekerja sama dengan masyarakat sekitar, dengan dosis penggunaan mencapai 16 ton per ha.
Hal lainnya,Vale mampu menjaga kejernihan air danau “Purba” Matano, meski disamping kegiatan eksplorasi tambang. Dari danau warisan nenek moyanh ini, banyak masuyarakat bergantung ekonomi disana. Vale sendiri juga menjadi salah satu pihak yang paling berkepentingan terhadap kondisi air Danau Matano. Oleh karena itu, Vale menggandeng langsung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menemukan cara paling jitu untuk menjaga kualitas air bekas tambang agar tidak mencemari danau.
Dalam rangka melakukan pengendalian dan pengelolaan limbah hasil tambang, Vale telah membangun lebih dari 100 unit fasilitas pengendalian sedimen secara berjenjang. Fasilitas tersebut berkapasitas total lebih dari 15 juta m3 . Pemantauan, pemeliharaan dan pengerukan fasilitas pengendap pun dilakukan secara berkala. Fasilitas pengelolaan limbah cair berteknologi inovatif, Lamella Gravity Settler (LGS), pun dibangun untuk menekan beban pencemaran TSS.
Kondisi air memang jadi salah satu fokus manajemen untuk dijaga kualitasnya, untuk itu penerapan teknologi modern menjadi sangat krusial. Teknologi LGS biasanya digunakan untuk pengolahan air minum dan Vale Indonesia menjadi yang pertama memanfaatkannya dalam industri pertambangan di Indonesia. LGS ini yang merupakan teknologi pertama di Indonesia untuk pertambangan yang merupakan hasil riset dengan BPPT selama dua tahun.
Kini berkat investasi teknologi canggih tersebut, Vale Indonesia membuktikan kegiatan tambang nikel bisa berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan. (bani)
