Timah Diproyeksi Fluktuatif Gegara Rencana RKAB 1 Tahunan di RI

Skema persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan menjadi per 1 tahunan di Indonesia dinilai belum dapat mendongkrak harga komoditas mineral dan batu bara (minerba), termasuk timah, yang justru diprediksi tetap berfluktuasi dengan kecenderungan melemah.

Riset Shanghai Metals Market (SMM) melaporkan pengajuan RKAB 1 tahunan untuk periode 2026 yang dimulai Oktober 2025 diperkirakan tetap membuat harga timah di fluktuatif pada masa mendatang, utamanya di Shanghai Futures Exchange (SHFE).

“Investor perlu memantau perubahan kebijakan makro internasional dan kondisi pasokan-permintaan domestik dengan cermat, serta beroperasi dengan hati-hati,” sebagaimana tulis dalam riset SMM, dilansir Senin (4/8/2025).

Ekspor olahan timah Indonesia dilaporkan SMM mulai bergerak ke level normal, dengan volume ekspor sekitar 4.400 metrik ton pada Juni 2025 atau meningkat 73,6% pada paruh pertama tahun ini, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Riset tersebut menyatakan pasar timah global tengah menunjukan tren penurunan yang fluktuatif, sebab dipengaruhi sejumlah faktor.

Salah satunya, kesepakatan tarif impor mobil Jepang ke Amerika Serikat (AS) sebesar 15% turut memengaruhi harga timah.

Sementara itu, pasokan bijih timah di pasar China diprediksi makin ketat dengan adanya penurunan pasokan dari wilayah produsen utama timah seperti Yunnan.

Beberapa pabrik peleburan (smelter) juga dilaporkan masih melanjutkan penghentian produksi untuk pemeliharan dan pembatasan produksi.

Dari sisi permintaan, SMM memprediksi permintaan timah mulai melandai usai sempat menanjak akibat lonjakan permintaan dari industri panel surya atau fotovoltaik (PV).

“Industri elektronik memasuki musim sepi, ditambah dengan harga timah yang tinggi, menyebabkan sentimen wait and see yang kuat di kalangan pengguna akhir, yang hanya mempertahankan pesanan yang diperlukan,” tulis riset SMM.

Selanjutnya, permintaan di sektor pelat timah atau tin plate dan tin chemical diprediksi tetap stabil atau tak mengalami perubahan yang signifikan.

“Pasar spot mengalami transaksi yang lesu, dengan sebagian besar pedagang hanya mencapai volume transaksi satu digit,” tegas SMM.

Keyakinan TINS

Tren harga timah yang diprediksi melandai, berbanding terbalik dengan keyakinan Indonesia bahwa harga komoditas tersebut bisa dikuasai usai PT Timah Tbk. (TINS) usai menggandeng raksasa timah China, Yunnan Tin Group Co. Ltd.

Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara menyebut penjajakan kerja sama dengan perusahaan asal Kunming, China tersebut selaras juga dengan rencana TINS untuk membentuk skema perdagangan timah satu pintu.

Suhendra menjelaskan rencana TINS untuk membentuk skema perdagangan satu pintu tidak dimaksudkan untuk memonopoli perdagangan komoditas bahan baku solder tersebut.

Dalam kaitan itu, dia mengatakan, PT Timah tetap akan melibatkan peran pelaku usaha lain yang tergabung di dalam Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI).

“Nanti kita bersama-sama untuk, katakanlah, bagaimana kita mengatur tentang harga. […] Di situ masih ada proses bagaimana usulan dari DPR, bagaimana [jika perdagangan timah] tidak melalui bursa. Wacananya pun masih panjang,” kata Suhendra di sela RUPST TINS Tahun Buku 2024, Kamis (12/6/2025).

Sekadar catatan, produksi bijih timah TINS mencapai 19.437 ton pada 2024, naik dari realisasi tahun sebelumnya sebanyak 14.855 ton. Tahun ini, TINS membidik produksi sebanyak 21.500 ton bijih timah.

Sebagai perbandingan, produksi timah Yunnan Tin pada tahun lalu menembus 84.800 ton. Perusahaan asal China tersebut merupakan produsen dan eksportir timah terbesar di dunia, dengan pangsa pasar mencapai hampir 50% timah dunia.

Timah batangan murni di pasar spot SMM diperdagangkan kisaran US$32.519 per metrik ton hingga US$32.765 per metrik ton atau rata-rata sebesar US$32.642 per metrik ton. Atau naik US$215 dibandingkan hari sebelumnya.

Sementara itu, harga timah di London Metal Exchange (LME) mencapai US$33.378/ton siang ini, naik 2,04% dari penutupan Jumat pekan lalu.

Rerata harga timah pada tahun lalu mencapai US$30.000/ton, naik dari proyeksi sebelumnya di level US$28.000/ton, ditopang oleh sentimen gangguan pasokan di produsen utama Myanmar dan Indonesia, menurut data BMI, unit riset Fitch Solutions. (azr/wdh)

Sumber:

– 04/08/2025

Temukan Informasi Terkini

Tingkatkan Bauran Energi Bersih, Emas Antam (ANTM) Kian Dipercaya Investor

baca selengkapnya

Harita Nickel Fokus ESG dan Efisiensi di Industri Nikel

baca selengkapnya

Harga Batu bara Turun Tapi Masih Banyak Kabar Bahagia

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top