Harga batu bara terus melemah dalam dua hari beruntun. Kabar buruk lainnya juga menghantam sektor batu bara Indonesia.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara kontrak Oktober ditutup di posisi US$ 106,25 atau melandai 1,17%. Pelemahan ini memperpanjang tren negative harga batu bara menjadi dua hari beruntun dengan melemah 1,5%.
Melemahnya batu bara terjadi di tengah kembali melimpahnya pasokan, terutama dari China.
Xinhua melaporkan Provinsi Shanxi, wilayah terkaya batu bara di China, mencatat produksi batu bara mentah lebih dari 862 juta ton pada Januari-Agustus 2025, meningkat 5,2% dibanding periode yang sama tahun lalu, menurut otoritas setempat.
Sebagai produsen batu bara terbesar di China, Shanxi menyumbang 27,3% dari total produksi nasional selama periode tersebut untuk memastikan kebutuhan listrik tinggi di musim panas dapat terpenuhi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Shanxi terus meningkatkan industri batubaranya. Hingga akhir 2024, provinsi ini telah membangun 55 tambang percontohan dan demonstrasi untuk penambangan hijau. Menurut laporan kerja pemerintah provinsi 2025, Shanxi berencana membangun 130 tambang batu bara cerdas baru tahun ini.
Laporan yang dirilis Kementerian Sumber Daya Alam China menunjukkan bahwa hingga akhir 2022, total cadangan batu bara nasional mencapai 207 miliar ton, dengan Shanxi menyimpan sekitar 48,3 miliar ton dari total cadangan tersebut.
Kelebihan pasokan tengah menjadi persoalan di China. Reuters melaporkan Inner Mongolia, salah satu wilayah penghasil batu bara terbesar di China, memerintahkan 15 tambang batu bara untuk menghentikan operasi setelah kedapatan melampaui batas produksi yang diizinkan.
Keputusan ini menyusul inspeksi yang dilakukan oleh Biro Energi Daerah Otonomi Inner Mongolia sebagai upaya menekan masalah kelebihan kapasitas di sektor tersebut.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan Beijing untuk mengendalikan kapasitas produksi dan membatasi kelebihan pasokan dalam industri batu bara.
Sebuah dokumen dari Biro Energi Inner Mongolia, yang dikonfirmasi Reuters, menunjukkan bahwa 15 tambang di Ordos telah melebihi kapasitas resmi mereka lebih dari 10% pada paruh pertama tahun 2025.
Tambang-tambang yang terdampak diperintahkan untuk menghentikan produksi dan hanya bisa beroperasi kembali setelah lulus inspeksi keselamatan yang dilakukan regulator daerah. Namun, dokumen tersebut tidak merinci kapan inspeksi akan dilakukan.
Pada Juli, China memulai serangkaian inspeksi di daerah-daerah penghasil batu bara utama, memerintahkan otoritas lokal untuk melaporkan tambang yang melebihi batas produksi pada 2024 dan H1 2025.
Sebuah dokumen yang disebut berasal dari Administrasi Energi Nasional (NEA) menyerukan inspeksi di delapan provinsi guna memverifikasi apakah tambang batu bara melebihi kapasitas produksi berlisensi.
NEA adalah bagian dari Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) yang baru saja menyelesaikan regulasi untuk membentuk sistem cadangan produksi batu bara pada 2027.
Kebijakan ini memicu spekulasi pasar dan mendorong harga batu bara kokas melonjak. Kontrak batu bara yang paling aktif di Bursa Komoditas Dalian naik hampir 8% menjadi 1.048,5 yuan (USD 146,19) per ton, level tertinggi sejak Maret.
Sementara itu, impor batu bara China dari Mongolia naik 13% pada Agustus dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 8,41 juta ton metrik, atau meningkat 20,2% dibandingkan Juli, sekaligus menjadi level bulanan tertinggi sejak Reuters mulai melacak data ini pada 2022.
Dari total tersebut, lebih dari 6 juta ton merupakan batu bara kokas, naik 21% dari Juli dan menjadi tertinggi sejak Desember 2023.
Sebaliknya, impor batu bara China dari pemasok utama Indonesia pada Agustus turun 13% secara tahunan menjadi 17,6 juta ton, menurut data bea cukai pada Sabtu.
Namun, impor dari Indonesia naik 33,6% dibandingkan Juli. Untuk periode Januari-Agustus, pengiriman dari Indonesia turun 15% yoy menjadi 121,76 juta ton. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)