Upaya Harita Nickel Menembus “Benteng” Hijau Eropa

Bayangkan sebuah mobil listrik bermerk Tesla melaju mulus di jalanan kota Berlin atau Paris. Siapa sangka, tenaga yang menggerakkan kendaraan listrik itu bisa jadi berasal dari tanah Indonesia. Dari pulau-pulau tropis, Sulawesi dan Maluku Utara yang kaya cadangan nikel, logam putih keperakan yang kini menjadi darah bagi revolusi energi dunia. Menarik lagi, nikel kadar rendah (limonit) yang dulu hanya jadi sampah (waste) kini dimanfaatkan sebagai bahan baku utama baterai Nickel-Mangan-Cobalt (NMC). Baterai NMC banyak digunakan di kendaraan listrik, smartphone dan laptop.

Indonesia saat ini adalah raksasa nikel dunia. Dengan cadangan mencapai 5,3 miliar ton bijih dan sumber daya 18,5 miliar ton bijih, negeri ini menyumbang sekitar 65% produksi global. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik. Tapi dominasi itu tak serta merta membuat pintu pasar Eropa dan Amerika terbuka. Justru stigma dirty nickel membuat produk nikel Indonesia masih terhalang masuk ke segmen paling bergengsi: baterai ramah lingkungan untuk mobil listrik.

Ada yang menyebut ini sebagai “perang” Eropa dan Amerika untuk menekan Indonesia. Tetapi harus juga dilihat sebagai jalan memperbaiki tata kelola pertambangan nikel nasional. “Ini peluang sekaligus tantangan terutama dengan tren global yang terus mendorong transisi energi termasuk kendaraan listrik,” tandas Hendra Gunawan, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, Kementerian ESDM.

Hendra menekankan bahwa standar keberlanjutan (ESG) harus menjadi fondasi praktik pertambangan Indonesia. Sebagai bagian dari ekosistem global, pertambangan Indonesia juga harus mengikuti trend yang terjadi di dunia. Pemenuhan standar ESG tidak boleh lagi dilihat sebagai cost tetapi sebagai jalan untuk menguasai kancah global. Menerapkan standar ESG akan membuat nikel Indonesia naik kelas.

Pandangan ini sejalan dengan suara para produsen mobil listrik besar, mulai dari Tesla, BMW, hingga Mercedes. Para produsen ini mencari pasokan hanya dari tambang yang terbukti hijau. Beberapa tahun lalu petinggi Tesla sudah pernah berkunjung ke tambang nikel Indonesia termasuk ke Sorowako, tambang milik PT Vale Indonesia,Tbk. Saat ini produsen mobil kebanggaan Amerika Serikat, Ford sudah menjadi mitra PT Vale Indonesia,Tbk di proyek Bahodopi.

Di balik meja rapat para eksekutif otomotif dunia, reputasi tambang menjadi taruhan. “Pasar hanya akan menerima produk dari bijih nikel yang dihasilkan dari penambangan yang sesuai standar ESG atau tidak. Indonesia bisa saja menyusun standarisasi ESG tapi harus mengacu pada parameter yang sudah ditentukan,” ungkap Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).

Meydi yang sering hadir dalam berbagai diskusi nikel di level nasional pun global ini mengaku menangkap hal ini dari konsumen Eropa. Mereka ingin pertambangan nikel Indonesia mengadopsi standar ESG global. Standar yang dimaksud tidak main-main, mulai dari International Council on Mining and Metals (ICMM), Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), hingga Global Reporting Initiative (GRI). Semua menuntut transparansi penuh atas rantai pasok, dari hulu tambang hingga ke pabrik baterai.

Tidak mudah karena pertambangan Indonesia punya karakteristik yang berbeda dengan di negara lain. Sadar akan tantangan ini, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) bersama para pemangku kepentingan kini tengah merumuskan standar ESG nikel Indonesia. Targetnya, standar ESG khas Indonesia ini akan dirilis akhir tahun ini.

Nantinya, perusahaan yang lolos audit akan mendapat sertifikat yang bisa menjadi tiket emas menembus pasar Eropa. Ini berlaku juga buat Harita Nickel yang ingin merambah pasar Eropa dan Amerika. Selama ini produk olahan perusahaan tambang terintegrasi ini sebagian besar dikirim ke Cina.

Perusahaan yang beroperasi di Pulau Obi ini, secara sukarela mengikuti audit ketat IRMA, sebuah standar internasional yang dikenal paling sulit ditembus. Prosesnya sudah dimulai sejak 2023 dan saat ini memasuki tahap II. Standar IRMA terdiri atas 26 bab yang mencakup 4 fokus area yakni Integritas Bisnis antara lain kepatuhan hukum, uji tuntas HAM.  Area Tanggung Jawab Sosial meliputi hak tenaga kerja, perlindungan warisan budaya dan lainnya. Area Tanggung Jawab Lingkungan seperti pengelolaan air, emisi gas rumah kaca dan lainnya. Area keempat adalah Perencanaan Dampak Positif seperti dukungan dan manfaat bagi masyarakat dan pemukiman kembali.

“Harita selama ini selalu mengikuti aturan dan standar yang berlaku. Perkembangan terbaru pihak buyer terutama dari Eropa dan Amerika Serikat menginginkan informasi detail tentang rantai pasoknya. Salah satu audit yang menjadi acuan adalah IRMA yang terketat dengan segala transparansinya,” terang Iwan Syahroni, Deputy Health, Safety, Environment (HSE) Department Harita Nickel.

Audit itu bukan sekadar laporan di atas kertas. Perusahan sudah melaksanakan beragam kewajiban yang ditetapkan Pemerintah mulai dari aspek lingkungan, Sosial sampai tata kelola. Dari sisi tata Kelola perusahaan berkomitmen memenuhi semua regulasi terkait pertambangan dari hulu sampai ke hilir.

Di bidang lingkungan misalnya, perusahaan berkomitmen melaksanakan reklamasi. Di Pulau Obi, lahan bekas tambang yang gersang kini berubah menjadi hijau kembali. Sejauh ini, Harita sudah mereklamasi lebih dari 231 hektare, dan tahun ini ditargetkan menambah 66 hektare lagi. Semua bibit pohon disiapkan di sebuah nursery modern lengkap dengan greenhouse hidroponik, shade house, gudang pupuk, hingga laboratorium kecil. Gambaran ini menunjukkan bahwa reklamasi bukan sekadar kewajiban formalitas, melainkan kesungguhan untuk mengembalikan fungsi alam.

“Kita harus mengembalikan lagi ke alam setelah apa yang diberikan oleh alam. Misalnya air jernih yang masuk ke dalam tambang harus kami dijernihkan lagi di kolam itu sendiri, jadi memfilterasi yang selama ini keruh tertampung di kolam untuk kembali menjadi jernih,” lanjut Iwan.

Tak hanya reklamasi, perusahaan juga membangun sediment pond seluas 100 hektare untuk mengolah air bekas tambang agar kembali jernih sebelum dialirkan ke laut. Upaya ini menjadi perisai ganda: menjaga operasional tetap aman di tengah curah hujan tinggi, sekaligus melindungi ekosistem laut di sekitar Obi. Bayangkan sebuah kolam raksasa yang berfungsi seperti paru-paru tambang, menampung dan menyaring air hujan bercampur lumpur, lalu melepasnya kembali ke laut dalam keadaan bersih. Inilah bentuk konkret bahwa praktik pertambangan bisa berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan.

Namun yang paling menarik justru dampak sosialnya. Di Halmahera Selatan, ekonomi lokal melonjak sejak hilirisasi nikel berjalan. Data Badan Pusat Statistik mencatat Produk Domestik Regional Bruto meningkat drastis sejak adanya aktivitas hilirisasi nikel sejak tahun 2016 yakni mencapai 54,59%. Kebutuhan logistik pun menggeliat, 20 ribu sak beras, 22 ribu kilo ayam potong, dan hasil laut setiap bulan mengalir ke pulau ini. Angka-angka ini menggambarkan denyut ekonomi baru yang berpusat di sekitar tambang.

“Kehadiran industri tambang tidak hanya membuka peluang kerja, tetapi juga membuka peluang berusaha. Masyarakat yang mau mengikuti syarat dan ketentuan perusahaan baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya bisa menjadi penyuplai kebutuhan perusahaan. Ini peluang usaha yang luar biasa,” kata Dindin Makinudin, Community Affairs General Manager Harita Nickel.

Ia menyebut ada 729 wirausaha lokal binaan perusahaan, dengan perputaran ekonomi mencapai Rp14 miliar per bulan. Cerita ini adalah bukti bahwa keberadaan industri tambang menciptakan ekosistem usaha baru, dari penyedia logistik hingga pemasok kebutuhan harian.

Pemandangan sehari-hari di Obi pun berubah. Truk-truk pengangkut logistik berjejer di dermaga, warung-warung makan bertambah ramai, dan nelayan lokal kini menemukan pasar baru untuk hasil laut mereka. Di desa-desa, aktivitas ekonomi lebih hidup, anak-anak sekolah dengan seragam baru, dan infrastruktur perlahan membaik. Dampak berganda inilah yang sering tidak terlihat dari angka statistik semata, tapi terasa nyata bagi masyarakat lingkar tambang.

Komitmen tinggi perusahaan terlihat nyata dalam ungkapan Presiden Direktur PT Trimegah Bangun Persada, Roy Arman Arfandy bahwa sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor, Harita Nickel beroperasi di pasar internasional dengan regulasi ketat.

“Kemampuan kami untuk bersaing dan berkembang bergantung pada penyesuaian operasional dengan standar yang terus berubah, sekaligus mempertahankan efisiensi dan keunggulan biaya. Kami menerapkan nilai-nilai keberlanjutan di setiap aspek usaha, memastikan bahwa kegiatan operasional tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat, tetapi juga mempertahankan stabilitas finansial,” ungkap Roy sebagaimana dikutib dari sustainable report 2024.

Beragam cerita di atas kembali menegaskan bahwa upaya menembus pasar Eropa dan Amerika Serikat bukan hanya soal angka produksi atau kontrak ekspor. Ini adalah pertarungan reputasi, tentang bagaimana Indonesia bisa membuktikan bahwa nikel kita bukan sekadar logam, melainkan simbol transisi energi yang berkeadilan. Dari meja rapat produsen otomotif dari Eropa dan Amerika Serikat hingga ke lahan reklamasi di Obi. Semua menuntut satu hal: bukti nyata implementasi.

Dari jalanan Eropa hingga desa-desa di Obi, masa depan nikel Indonesia kini ditentukan oleh seberapa jauh negeri ini mampu mengubah stigma menjadi kebanggaan. Harus diakui, menembus benteng hijau Eropa memang jalan panjang. Tetapi dengan komitmen tinggi pada penerapan ESG, jalan itu bukan lagi sekadar mimpi.

Posisi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar dan terefisien juga bisa menjadi nilai lebih untuk bisa bersaing. Disaat negara produsen lain seperti Australia, Filipina dan Kaledonia Baru menghadapi tantangan harga, Indonesia punya keunggulan karena lebih efisien. Lebih dari itu, pemenuhan standar ESG di Harita Nickel dan pertambangan nikel lain menjadi kisah perjalanan Indonesia untuk mengubah wajah nikel, dari yang dicap kotor menjadi komoditas hijau yang layak bersaing di panggung global.

Sumber:

– 30/08/2025

Temukan Informasi Terkini

Ekspor Batubara Periode Januari-Juli 2025 Turun, Langkah China dan India Jadi Penentu

baca selengkapnya

Dukung Pertumbuhan dan Refinancing, BUMA Terbitkan Obligasi Rp1,4 Triliun

baca selengkapnya

Merdeka Copper (MDKA) Lunasi Pembayaran Obligasi Rp1,76 Triliun

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top