PT VALE Indonesia Tbk (INCO) mengumumkan perkembangan terbaru (update) mengenai proyek tambang dan smelter senilai total US$ 10 miliar atau Rp 154 triliun yang sedang digarap perseroan.
Proyek INCO ini masing-masing tersebar di tiga wilayah besar di Pulau Sulawesi tepatnya Bahodopi, Pomalaa, dan Sorowako.
Di proyek Bahodopi, Vale bersama Tisco dan Xinhai telah membentuk perusahaan patungan (Joint Venture/JV) bernama PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (BNSI), untuk membangun proyek feronikel senilai US$ 2,6 miliar atau setara Rp 40 triliun.
Proyek yang ditargetkan rampung pada 2026 ini disebut-sebut akan mampu memproduksi nikel sekitar 73.000 ton per tahun. Proyek tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam memproduksi nikel berkualitas tinggi guna mendukung ekosistem EV Battery.
Sedangkan di Pomalaa, INCO membangun proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) dengan menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt dan Ford. Proyek HPAL senilai Rp 70 triliun ini memiliki kapasitas produksi nikel berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) sampai 120.000 ton per tahun yang diestimasikan selesai pada 2026.
Presiden Direktur INCO Febriany Eddy menyampaikan, proyek Bahodopi seharusnya dapat selesai lebih cepat dari target yaitu kuartal III-2025. Sementara proyek Pomalaa akan on the track pada kuartal I-2026. “Jadi, 100% untuk progresnya sangat baik,” ujar Febriany dalam paparan publik, Senin (26/8/2024).
INCO, demikian dikatakan Febriany, bersama mitra terus berupaya untuk memperoleh izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untuk proyek HPAL di Pomalaa pada Agustus-September 2024 ini. Setelah AMDAL diperoleh, pabrik HPAL akan tuntas setelah melewati pekerjaan konstruksi selama 16 bulan.
Di samping dua proyek: Bahodopi dan Pomalaa, emiten tambang anggota BUMN Holding Industri Pertambangan atau MIND ID tersebut juga mengerjakan proyek HPAL Sorowako senilai US$ 2 miliar atau ekuivalen Rp 31 triliun.
Proyek dengan kapasitas produksi mencapai 60.000 ton MHP per tahun ini ditargetkan rampung pada 2027.
Pihak Ketiga
Febriany mengungkapkan, di proyek HPAL Sorowako akan terdapat tiga pihak (party) dari dua pihak yang sudah eksisting saat ini yakni Huayou dan Vale. Dari diskusi yang berkembang, Huayou akan menarik mitra yang ketiga untuk bergabung.
“Kami sepakati, pihak ketiga ini sepanjang memenuhi prasyarat, kami tidak akan tolak. Prasyarat yang kami ajukan tentu berhubungan dengan ESG berstandar internasional yang baik, reputasi yang baik, dan mitra penting dalam rantai pasok untuk battery storage atau EV. Maka ini adalah satu kesatuan yang penting,” tutur dia.
Karena itu, sampai sekarang, INCO masih terus dalam proses mencari mitra yang ketiga. Febriany berharap, akan ada kabar baik dalam waktu dekat. Mengingat, banyak automaker yang sudah menyatakan minat.
“Sejauh ini, ada banyak automaker yang sudah tertarik. Namun, diskusi masih belum mengerucut. Setelah ada informasi lebih baik, maka kami akan update ke pasar,” ujar Febriany.
Proyek terakhir yang dilaporkan perkembangannya adalah SOA HPAL. Fabriany bilang, di proyek SOA tersebut, Vale sedang dalam proses memilih mitra teknologi dengan menggunakan penilaian dari pihak independen.
“Untuk itu, proses masih sedang berlangsung. Harapannya, akhir tahun ini atau kuartal I-2025 sudah ada berita baik. Maka kami akan melaporkan ke pasar modal dan publik,” kata dia.
Ke depan, Febriany menyampaikan, Vale akan fokus menjual bijih nikel (nickel ore) untuk menyuplai kebutuhan bijih di pabrik atau smelter dalam negeri selain pabrik milik perseroan. Ini ditopang oleh konsesi tambang yang besar dan berkelanjutan yang dimiliki INCO.
“Harapannya, hal ini jika bisa dikembangkan maka akan menjadi tambahan pendapatan yang besar bagi Vale. Jadi, reputasi ESG yang bagus harus terus dilaksanakan ke semua proyek pertambangan dengan tepat biaya, waktu dan selamat,” tegas Febriany.
Capex
Pada kesempatang yang sama, Direktur Independen & Chief Financial Officer INCO Rizky Andhika Putra menyebut, sampai akhir 2024, perseroan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sejumlah US$ 400 juta atau setara Rp 6 triliun untuk memenuhi kebutuhan pengembangan proyek tambang Vale.
“Pada tahun ini, kami melihat sekitar US$ 400 juta untuk dua kategori besar. Pertama, mendukung rencana pertumbuhan kami pada beberapa site di Pomalaa dan Morowali (Bahodopi). Kedua, untuk sustaining capex untuk menjaga integritas dari aset yang kami operasikan terutama di area operational backbone di Sorowako,” tutup Rizky. Editor: Muawwan Daelami
Sumber : investor.id, 26 Agustus 2024