Harga batu bara turun tipis pada perdagangan akhir pekan lalu. Namun sepanjang minggu, harga si batu hitam masih naik.
Pada Jumat (21/11/2025), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan mendatang ditutup di US$ 110,9/ton. Berkurang 0,09% dibandingkan hari sebelumnya.
Meski begitu, harga komoditas ini masih naik 0,27% sepanjang pekan lalu.
Lantas bagaimana proyeksi harga batu bara untuk minggu ini? Apakah bisa naik lagi atau malah mengalami koreksi?
Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), batu bara masih menghuni zona bullish. Tercermin dengan Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 57. RSI di atas 50 mengindikasikan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Namun, investor perlu hati-hati karena indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 100. Paling tinggi sudah sangat jenuh beli (overbought).
Untuk perdagangan pekan ini, harga batu bara kemungkinan bisa turun. Apalagi harga sudah menyentuh pivot point di level US$ 100/ton.
Dari sini, harga batu bara berisiko terpangkas dengan target support terdekat di US$ 109/ton yang merupakan Moving Average (MA) 5. Penembusan di titik ini bisa membuat harga turun lagi ke kisaran US$ 108-106/ton.
Jikalau harga batu bara masih kuat menanjak, maka US$ 112/ton bisa menjadi target resisten terdekat. Jika tertembus, maka ada peluang untuk merangsek ke level US$ 116-124/ton.
Tren Positif
Harga batu bara tengah berada dalam tren positif akhir-akhir ini. Selama sebulan ke belakang, harga naik hampir 7%.
Kenaikan harga batu bara ditopang oleh ekspektasi akan tingginya permintaan listrik pada bulan-bulan mendatang. Usai musim gugur, berbagai negara di belahan bumi utara (northern hemisphere) bersiap menyambut musim dingin.
Ketika musim dingin tiba, maka penggunaan penghangat ruangan akan meningkat. Ini otomatis ikut mengatrol permintaan listrik.
Di Jerman, misalnya. Akhir pekan lalu, harga listrik pada sore hari mencapai EUR 313,27/Megawatt Hour (MwH). Melonjak 58% dibandingkan periode yang sama hari sebelumnya.
Saat permintaan listrik naik, Jerman pun mau tidak mau harus kembali berpaling ke batu bara. Akhir pekan lalu, pembangkitan listrik dari batu bara, gas, minyak, dan lignit mencapai 35,5 gigawatt. Tertinggi sejak 27 Februari atau hampir sembilan bulan terakhir.

Pekan ini, Jerman sepertinya masih akan melirik batu bara sebagai salah satu sumber energi pembangkit listrik. Pasalnya, pembangkitan dari tenaga angin rasanya kurang memadai.
Berdasarkan pemodelan Bloomberg, rata-rata pembangkitan listrik dari tenaga angin pada pekan ini adalah 12,2 gigawatt. Jauh di bawah rerata selama periode ini pada 2020-2024 yaitu 18 gigawatt. (aji)
